Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Gadget Pilihan

Konten dan Traffic, Sebuah Sinergi

23 Mei 2022   17:25 Diperbarui: 23 Mei 2022   17:45 535
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Freepik.com)

"Bahan konten tidak ada, tapi minta traffic konten tinggi."

Begitulah sedikit komentar dari teman saya, yang berkecimpung di bidang pemasaran digital, tentang polah tingkah salah satu kliennya. Terdengar aneh, tapi begitulah yang terjadi.

Satu hal yang saya tangkap dari situasi ini adalah, ada logika "ajaib" dari pihak klien. Dimana, mereka memilih pasif, tapi menuntut ada hasil spektakuler secara instan.

Memang, pihak klien telah membayar biaya kontrak kerja sama untuk memasarkan produk mereka secara digital, termasuk dalam hal menaikkan traffic konten di media sosial.

Makanya, tuntutan dari pihak klien ini bisa dimengerti. Tapi, meski sudah membayar dan perlu langsung mengejar cuan sebanyak mungkin, bukan berarti boleh seenaknya.

Seperti diketahui, dalam satu hubungan kerja sama, tetap harus ada sinergi seimbang antarpihak. Kalau tidak, "kerja sama" itu hanya "kerja satu arah", karena posisinya tidak seimbang.

Andai pola ini masih saja dipertahankan, sampai ayam punya gigi pun tak akan ada titik temunya. Apalagi, jika kliennya cenderung tidak terbuka soal bahan mentah konten untuk keperluan promosi atau menaikkan traffic.

Dalam konteks traffic konten, seharusnya ada dukungan dari pihak klien, minimal dalam hal menyediakan bahan mentah konten. Bisa berbentuk video pendek, foto, atau informasi dasar, misalnya seputar produk atau jasa.

Jika pihak klien tidak ingin repot, seharusnya ada sedikit keleluasaan bagi pihak yang ditugasi sebagai kreator konten, untuk memotret atau merekam langsung materi video sebagai bahan mentah konten.

Jadi, konten yang ada tinggal diolah dan bisa di-publsh setelah disetujui klien. Soal strategi optimasi dan traffic konten, semua bisa diatur. Selebihnya, terserah Tuhan, netizen, dan algoritma.

Sebenarnya, cerita semacam ini bukan pertama kalinya saya dengar. Ini adalah satu fenomena yang menggejala, bahkan menyebar luas. Di era digital yang serba praktis ini, ada banyak hal jadi serba mudah dan praktis.

Sayang, semua kemudahan ini rupanya mampu membuat orang-orang yang hanya mau mudahnya saja, justru rajin menghadirkan kekonyolan, layaknya seorang komika.

Sisi komikal ini konsisten hadir, dan membuat saya tergelitik untuk menuliskannya di sini.

Saya menyebutnya komikal, karena tanpa membuat konten, tidak akan ada yang bisa dioptimasi. Tak perlu jadi seorang jenius untuk bisa langsung memahaminya.

Tanpa konten, tidak akan ada orang yang tahu, apalagi viral di area digital. Kenal saja tidak, kok minta disayang?

Lebih jauh, saya merasa aneh, karena di era digital ini, banyak orang berlomba-lomba membuat konten semenarik mungkin, dengan effort semaksimal mungkin. Ada yang membuat judul clickbait, ada yang menari-nari seperti kuda lumping kesurupan, lengkap dengan berbagai macam trik pendukung.

Mereka yang sudah jadi bintang kelas dunia pun, ternyata tetap membutuhkan tim ahli untuk mengoptimasi konten unggahannya. Di sini, kedua belah pihak bersinergi dengan seimbang, bukan bertepuk sebelah tangan.

Efeknya tidak selalu instan, tapi jika bisa dijalankan secara kontinyu, dia akan bisa bertumbuh, karena punya identitas kuat, berikut reputasi yang sudah terbangun.

Memang, ada yang bisa meroket dengan instan, tapi masa edarnya kebanyakan relatif sebentar. Sekali redup, selesai sudah.

Makanya, ketika ada yang minta traffic konten tinggi, tapi tak ada upaya untuk minimal menyiapkan ruang untuk mencari bahan mentah konten, ini adalah satu lelucon. Profesional yang sudah sangat ahli pun akan terlihat seperti amatir kalau dibeginikan.

Ibarat sebuah restoran, sekalipun bangunannya mewah, punya peralatan masak lengkap dan koki jenius, itu semua tidak ada artinya jika tidak ada bahan baku masakan.

Inilah alasan, mengapa konten dan traffic biasa menjadi satu sinergi. Jika frekuensinya konsisten, traffic-nya akan terbangun, dan akan semakin meningkat jika kualitasnya oke.

Keduanya adalah satu kesatuan yang harus seiring sejalan, karena pada dasarnya saling terkait.

Mau traffic konten tinggi tanpa membuat dan mengoptimasi konten?

Kalau boleh kasih saran, sebaiknya ikut pesugihan saja. Risiko tanggung sendiri. Tak perlu membuat pusing pihak lain.

Basta!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun