Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Saat Akun Instagram Jadi Sasaran Empuk

22 Mei 2022   11:00 Diperbarui: 22 Mei 2022   11:32 836
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jonathan Khemdee, bek Timnas Thailand di SEA Games 2021 (tribunnews.com)

Di negara yang fanatisme dan prestasi sepak bolanya lebih seimbang saja, tindakan suporter di media sosial tidak sampai begini.

Kalaupun ada yang ekstrem, itu hanya berupa pesan. Selebihnya, tindakan langsung.

Di negara maju, itu biasa ditindaklanjuti oleh pihak berwajib, jika pesan itu berisi teror yang mengancam keselamatan, misalnya pesan ancaman pembunuhan atau bom. Maklum, ini termasuk perbuatan melanggar hukum.

Jika yang berada dalam posisi Jonathan Khemdee adalah pemain Timnas Indonesia, saya yakin, dia akan dibela habis-habisan. Sama seperti aksi Abduh Lestaluhu di final Piala AFF 2016, yang  kesal akibat taktik "buang waktu" kubu Thailand, saat dirinya akan melakukan lemparan ke dalam.

Berbeda dengan Khemdee, Abduh kala itu dipuji-puji oleh warganet Indonesia, sementara warganet Thailand memilih tidak mereport akun media sosial sang pemain, karena toh Timnas mereka juara Piala AFF.

Nasib apes yang dialami Khemdee ini, mungkin jadi satu hal menyenangkan buat warganet suporter Indonesia yang ikut ambil bagian. Tapi, jika diteruskan, ini akan jadi satu kebiasaan buruk.

Andai suatu saat ada nanti pemain Timnas Indonesia yang situasinya seperti Jonathan Khamdee, apakah warganet suporter Indonesia mau bertanggung jawab?

Andai ada wasit yang menguntungkan Timnas Indonesia dan dirundung suporter lawan, apakah ada warganet suporter Indonesia yang mau melindungi?

Dalam pertandingan hidup-mati, pilihannya hanya menang atau kalah. Keduanya harus diterima dengan sama baik. Siap menang, seharusnya siap kalah. Kalau kekalahan direspon dengan aksi report massal di akun media sosial, berarti "siap menang tapi tidak siap kalah" masih jadi pegangan.

Apakah jargon "The Power of Netizen Indonesia" masih relevan di sini? Kalau tujuannya buruk, tentu saja tidak.

Karenanya, kebiasaan buruk di media sosial ini harus mulai dihilangkan. Jika tidak, ini akan jadi satu penyakit menular, yang menghasilkan siklus balas dendam tanpa putus. Sesuatu yang justru akan membuktikan kebenaran hasil penelitian Microsoft beberapa waktu lalu, tentang adab sebagian warganet Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun