Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Timnas Indonesia: Kekalahan dan Satu PR Besar

19 Mei 2022   21:17 Diperbarui: 19 Mei 2022   21:31 307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kisruh antarpemain di laga Indonesia vs Thailand (CNNIndonesia.com)

Setelah sempat bangkit dan mencatat tiga kemenangan beruntun di fase grup, langkah Timnas Indonesia di SEA Games 2021 akhirnya harus terhenti di babak semifinal. Kekalahan 0-1 atas Thailand, Kamis (19/5) memastikan tim asuhan Shin Tae-yong akan berlaga di perebutan medali perunggu.

Kekalahan ini tentu agak disayangkan, karena secara permainan, Tim Garuda Muda mampu mengimbangi permainan Tim Gajah Perang, baik di waktu normal maupun perpanjangan waktu.

Sepanjang pertandingan, Ricky Kambuaya cs sukses membuat Patrik Gustavsson dkk tak leluasa membawa bola. Ini membuat pertandingan menjadi intens dan berimbang.

Hasilnya, jual beli serangan tampak lancar. Meski tanpa Asnawi Mangkualam yang absen, Timnas Indonesia tampak baik-baik saja.

Boleh dibilang, taktik dan strategi Shin Tae-yong benar-benar pas dengan materi pemain yang ada. Tanpa kekuatan penuh, ternyata tidak masalah di sisi taktik dan teknik.

Masalahnya, kekalahan ini menghadirkan satu PR besar, yang ternyata masih jadi satu kelemahan fatal Timnas Indonesia, yakni aspek mental. Khususnya, saat pemain lawan bermain "tricky".

Kelemahan ini tampak terekspos di babak perpanjangan waktu, tepatnya sejak tendangan keras Weerathep Pomphun menjebol gawang Ernando Ari di menit ke 95.

Tertinggal 1-0, Tim Merah Putih memang langsung berusaha menekan. Tapi, Thailand juga berusaha mengontrol situasi, salah satunya dengan bermain "tricky".

Strategi ini terlihat, dari kecenderungan anak asuh Alexandre Polking untuk mengulur-ulur waktu. Entah dengan berpura-pura cedera atau bersitegang dengan wasit maupun pemain lawan.

Cenderung nakal, tapi inilah bagian dari strategi. Mirip "furbizia" ala sepak bola Italia.

Jelas, butuh kematangan mental di sini, karena ini adalah satu permainan mental. Ternyata, aspek ini jadi satu titik lemah fatal Timnas Indonesia.

Kelemahan ini terekspos habis, saat tim dalam kondisi dituntut bergerak cepat. Sisi "nakal" para pemain Thailand justru direspon dengan kenaifan.

Alih-alih gantian bersikap "nakal", anak asuh Shin Tae-yong justru merespon dengan emosional. Kelelahan dan kondisi tertinggal menjadi pemantik sempurna. Seperti korek api yang dilempar ke bensin.

Hasilnya, terjadi tawuran antarpemain di akhir pertandingan. Diawali kartu merah dari "professional foul" Firza Andika, situasi chaos langsung meledak. 

Thailand sendiri masih punya titik lemah di sini, karena masih meladeni dengan emosional, dan berdebat dengan wasit. Wasit pun terpaksa harus mencabut lima kartu merah: tiga untuk pemain Indonesia, dan dua untuk pemain dan pelatih Thailand.

Andai skor pertandingan ditentukan dari banyaknya jumlah kartu merah, Indonesia jelas menang 3-2. Hanya kurang satu dari batas maksimal. Kalau sampai dapat lima kartu merah, kekalahan WO otomatis 0-3 akan didapat.

Kelemahan ini jelas harus segera diperbaiki. Kalau tidak, Timnas Indonesia bisa jadi sasaran empuk, misalnya di kualifikasi Piala Asia bulan Juni mendatang.

Kebetulan, di momen itu, ada Kuwait dan Jordania, dua tim dari Timur Tengah. Seperti diketahui, tim dari regional ini dikenal hobi bermain "tricky".

Jadi, daripada meratapi kegagalan lolos ke final SEA Games Vietnam, seharusnya Timnas Indonesia perlu menyadari, seberapa gawat masalah mental yang ada.

Dari segi taktik dan teknik, tim ini memang mulai berkembang. Mulai ada permainan dengan konsep atau strategi yang jelas.

Tapi aspek mental belum benar-benar dibenahi. Andai terus dibiarkan, kemajuan secara teknik dan taktik saat ini akan sia-sia.

Jadi, jika PSSI tidak berorientasi instan, seharusnya tim pelatih yang ada sekarang perlu dibiarkan bekerja, melanjutkan kemajuan yang sudah ada sejauh ini. Kecuali, Timnas Indonesia ingin dibuat begitu-begitu saja.

Kekalahan memang selalu tidak mengenakan, tapi jika kekalahan itu menguak kelemahan fatal yang selama ini kurang terlihat, kekalahan ini adalah satu pelajaran berharga.

Selebihnya, tinggal bagaimana mereka berkembang setelah kekalahan ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun