Judul di atas adalah pendapat yang terlintas di pikiran saya, setelah melihat aksi Timnas Indonesia, setelah ditekuk Vietnam dengan skor telak 0-3, pada laga pembuka cabor sepak bola SEA Games Vietnam, Jumat (5/6).
Seperti diketahui, Tim Garuda berangkat ke Negeri Paman Ho dengan membawa target meraih medali emas yang dicanangkan PSSI, yang seperti biasa membonceng harapan publik sepak bola nasional.
Masalahnya, ekspektasi tinggi ini kadang mengundang rasa sakit cukup hebat, saat kenyataan justru berkata lain. Penampilan saat melawan Vietnam menjadi contoh paling aktual.
Sebenarnya, Marc Klok dkk mampu membendung permainan agresif The Golden Star di babak pertama. Terbukti, skor kacamata bisa bertahan sampai turun minum.
Dari sini, kita bisa melihat, ada kemungkinan repetisi cerita saat di Piala AFF lalu. Dimana, tim asuhan Shin Tae-yong bermain imbang tanpa gol dengan Vietnam.
Sayang, kemungkinan ini rupanya sudah dipelajari dan diantisipasi pelatih Park Hang Seo di kubu sebelah. Dengan mengalirkan bola lebih cepat lewat kombinasi umpan pendek, dan menaikkan tempo di babak kedua, permainan Timnas Indonesia jadi tak berkembang.
Hasilnya gol-gol seperti datang begitu saja. Dimulai dari gol Nguyen Lien Tinh di menit 54, situasi jadi terlihat lebih runyam.
Menyerang jadi sangat sulit, karena kreativitas Timnas Indonesia benar-benar kering. Tak ada skema yang jelas, kebanyakan umpan panjang langsung ke depan, seperti nonton Liga 1 saja.
Bola pun tampak mudah direbut pemain Vietnam, karena pemain Indonesia kerap terlalu lama menggoreng bola sendirian. Penyakit lama Timnas Indonesia yang kambuh lagi adalah, kehabisan bensin setelah satu jam berlalu.
Alhasil, serangan tim jadi monoton, mudah patah, bahkan sebelum mendekati kotak penalti. Â Celakanya, lima belas menit terakhir waktu normal benar-benar jadi mimpi buruk, karena Vietnam semakin bersemangat memburu gol tambahan.