Setelah menjalani 15 laga tanpa kalah, Barcelona tampaknya mulai memasuki masa sulit, karena mengalami kekalahan dua kali beruntun. Teranyar, gol tunggal Lucas Perez membuat klub Catalan itu kalah 0-1 dari Cadiz, Selasa (19/4, dinihari WIB).
Disebut demikian, karena Los Cules sebelumnya baru saja angkat koper dari Liga Europa, setelah kalah 2-3 dari Eintracht Frankfurt (Jerman). Kedua kekalahan ini terjadi di Nou Camp, stadion kebanggaan mereka.
Situasi menjadi semakin sulit, karena sehari sebelumnya Real Madrid menang 3-2 atas Sevilla. Hasil ini membuat secara matematis unggul 15 poin di pucuk klasemen sementara La Liga Spanyol, dan tinggal membutuhkan 3 kemenangan lagi untuk menyegel trofi juara liga.
Apa boleh buat, Barca dan Barcelonistas harus mulai melupakan mimpi mengejar trofi juara liga. Bukan cuma itu, mereka kini harus mulai berjuang keras untuk mengamankan tiket lolos ke Liga Champions musim depan.
Maklum, meski punya tabungan satu laga tunda, tim asuhan Xavi Hernandez ini punya poin sama dengan Atletico Madrid dan Sevilla (60) di posisi empat besar, dan hanya berselisih tipis dari Real Betis (57) dan Real Sociedad (55) di posisi lima dan enam.
Kekalahan beruntun ini jelas menunjukkan, pada fase krusial, Barcelona tampak mulai kehabisan bensin. Kebangkitan yang sempat terjadi akhir-akhir ini, ternyata masih semu.
Catatan 15 laga tanpa kalah, termasuk kemenangan 4-0 atas Real Madrid di Santiago Bernabeu, ditambah gaya main agresif yang diterapkan Xavi, tampaknya telah sukses meninabobokan klub dan fans.
Entah sudah berapa kali mereka membahas tentang kemenangan 4-0 di El Clasico, dan narasi soal "bermain bagus". Tapi, satu hal yang pasti, dua hal ini tampak mulai jadi bumerang.
Padahal, meski bermain bagus secara taktik, Blaugrana sebenarnya masih belum sebagus itu secara kualitas tim.
Sektor serangan mereka memang oke, tapi jika dibuat buntu oleh tim yang bertahan rapat, atau menghadapi klub yang jago dalam melakukan serangan balik cepat, pertahanan mereka sudah pasti dalam masalah.
Penyebabnya, permainan agresif ala Xavi masih meninggalkan celah terbuka di lini belakang. Inilah yang rawan ditembus tim lawan.
Untuk kasus pertama, ini terlihat dari kekalahan melawan Cadiz. Meski mendominasi permainan dan menggempur habis-habisan pertahanan lawan, mereka tak mampu mencetak gol.
Sebaliknya, Cadiz yang hanya sesekali menyerang mampu menjebol gawang Marc-Andre Ter Stegen. Cukup satu gol, dan Barca dibuat buntu, selesai sudah.
Klub Andalusia itu hanya perlu bertahan rapat, sambil sesekali bergerilya lewat serangan balik. Sebuah cara klasik yang sederhana.
Cara lain yang menurut saya lebih nekat tapi terukur, tersaji dalam laga melawan Eintracht Frankfurt. Dengan sistem permainan gegenpressing khas Jerman, klub Bundesliga Jerman itu mampu unggul 3-0 sampai masa injury time di Nou Camp.
Gegenpressing sendiri memang jadi antitesis ampuh buat filosofi tiki-taka ala Barcelona. Masalahnya, tim yang menggunakan gaya main frontal ini rawan  kehabisan tenaga di menit akhir, sehingga rawan dijebol.
Buktinya, Gerard Pique dkk mampu mencetak dua gol di masa injury time, meski sebenarnya sudah terlambat.
Boleh dibilang, dua kekalahan beruntun ini menunjukkan, sistem permainan ala Xavi Hernandez sudah mulai "khatam" dipelajari lawan. Jika masih terpaku pada kemenangan 4-0 di El Clasico dan narasi soal "bermain bagus", tren negatif ini bisa saja berlanjut.
Akibatnya, tim yang sempat optimis bisa mengejar trofi liga, bisa terancam gagal lolos ke Liga Champions musim depan.
Xavi memang telah memperbaiki situasi semrawut di era kepelatihan Ronald Koeman, tapi masih banyak hal yang harus diperbaiki, untuk membuat Azulgrana kembali kompetitif dalam pacuan gelar juara.
Seharusnya, dua kekalahan beruntun ini bisa jadi alarm peringatan yang bagus buat The Catalans.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H