Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Saat Medsos Jadi Ruang Curhat Para Pekerja

24 Maret 2022   13:22 Diperbarui: 24 Maret 2022   13:25 1375
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi menggunakan medsos (Kompas.com)

Di era digital ini, ada banyak fenomena unik yang mewarnai dunia kerja. Salah satunya adalah dengan kemunculan akun-akun yang menjadi tempat "curhat" para pekerja, terkait keseharian mereka di tempat kerja.

Ada yang banyak membahas tentang masalah gaji, ada yang tanpa malu-malu menceritakan tingkah atasannya, dan ada juga yang membeberkan "drama Korea" di dalam kantor mereka. Tentu saja dengan sudut pandang personal masing-masing.

Uniknya, akun-akun "tempat curhat" ini kadang juga menampilkan isu-isu terkini, lengkap dengan ruang bebas beropini di kolom komentar.

Bukan cuma itu, info lowongan kerja dan penilaian soal satu tempat kerja langsung dari "orang dalam" juga bertebaran di sini. Ada juga petisi-petisi yang disebar, seperti protes terkait kebijakan JHT oleh pemerintah, yang belakangan diralat pemerintah.

Fenomena ini muncul, bersamaan dengan masuknya generasi Milenial dan generasi Z ke dunia kerja. Dengan pola pikir lebih bebas, plus penguasaan teknologi yang sangat baik, media sosial telah dimanfaatkan menjadi satu ruang bebas berekspresi.

Tidak seperti generasi-generasi sebelumnya yang cenderung diam, generasi Milenial dan generasi Z jauh lebih ekspresif, terutama jika pendapatnya tidak diakomodir di internal perusahaan.

Bentuknya bukan lagi sebatas aksi demo turun ke jalan atau bakar ban mobil bekas saja, tapi sudah berkembang pesat. Ada yang berceloteh secara satir, ada yang memasang meme-meme lucu tapi sangat relevan, dan ada juga yang menulis kalimat-kalimat kritik secara jenaka.

Meme ilustrasi akhir pekan ideal (Sumber gambar: Manga Doraemon volume 30 via Facebook Page Doraemon Hari Ini)
Meme ilustrasi akhir pekan ideal (Sumber gambar: Manga Doraemon volume 30 via Facebook Page Doraemon Hari Ini)
Situasi ini rupanya mampu ditangkap dengan baik, hingga menjadi satu peluang, oleh para kreator konten media sosial. Alhasil, ada banyak akun sejenis dengan banyak followers, lengkap dengan kolom komentar yang selalu riuh, seperti sedang ada operasi pasar dari pemerintah.

Jika konteksnya adalah kebebasan berekspresi, sebenarnya tidak ada yang salah dengan fenomena ini. Apalagi, kebebasan berekspresi memang menjadi satu hak asasi manusia, yang sudah dijamin undang-undang.

Tapi, jika melihat situasinya, kehadiran akun-akun tempat curhat para pekerja ini justru menunjukkan, ada banyak masalah, di dunia kerja negara kita. Apa yang seharusnya menjadi urusan yang selesai di tempat kerja, justru menjadi konsumsi publik, karena diumbar di media sosial.

Masalah yang paling kelihatan adalah kultur kerja yang kacau balau, dan aturan ketenagakerjaan yang terlihat hanya menjadi aksesoris pelengkap.

Aturannya ada, tapi tidak banyak berguna. Kurang lebih sama seperti divisi sumber daya manusia, yang seharusnya bisa menjadi tempat curhat pekerja, alih-alih media sosial.

Mirisnya, dari sana kita bisa melihat, seberapa parah kekacauan yang ada. Bentuknya pun bermacam-macam, dan kadang cukup mengerikan.

Ada yang harus bekerja tiap hari, bahkan sampai dinihari, tanpa upah lembur sesuai peraturan, misalnya dengan alasan "WFH". Ada yang dipaksa tetap bekerja, walau sebenarnya sedang terbaring lemah di rumah sakit, atau sedang berduka cita.

Ada yang upahnya dikurangi, misalnya karena alasan "imbas pandemi", tapi beban kerjanya ditambah berlipat-lipat. Ironisnya, pada saat bersamaan, sang bos malah tetap bisa piknik dan flexing di media sosial sesuka hati.

Ada juga perusahaan yang lebih memilih mempekerjakan pegawai magang atau paruh waktu, alih-alih karyawan tetap, dengan beban kerja persis seperti karyawan tetap atau purnawaktu, dengan alasan masih berbentuk "usaha rintisan". Padahal, omsetnya sudah mencapai angka miliaran bahkan triliunan rupiah.

Memang, di satu sisi, perusahaan butuh profit sebanyak-banyaknya. Negara juga butuh tempat menyerap tenaga kerja sebanyak-banyaknya, demi memajukan ekonomi dan menarik investasi masuk.

Tapi, bukan berarti perusahaan bisa seenaknya menerapkan pola kerja kelewat batas. Pekerja juga manusia, dan ini sudah era digital. Ini bukan lagi Indonesia di era VOC atau kolonial Belanda, yang memang kental dengan nuansa perbudakan dan kerja rodi.

Di sisi lain, alih-alih memusuhi, perusahaan perlu menjadikan akun-akun medsos tempat curhat pekerja ini sebagai alat koreksi. Jika divisi sumber daya manusia tidak berfungsi dengan baik, masukan yang ada bisa jadi sarana perbaikan.

Pendekatan serupa juga perlu dilakukan oleh pemerintah. Dengan melibatkan akun-akun tempat curhat pekerja sebagai alat kontrol, seharusnya implementasi aturan ketenagakerjaan bisa dimonitor. Jika ada kekurangan bisa dikoreksi, seperti halnya penindakan pada pelanggaran.

Ilustrasi boss vs leader (Hipwee.com)
Ilustrasi boss vs leader (Hipwee.com)
Dengan bergesernya generasi pekerja, perusahaan dan pihak-pihak terkait perlu ikut beradaptasi, dengan pola pikir dan gaya hidup yang ada. Bukan lagi terlalu hirarkis atau feodal seperti dulu, tapi mau memposisikan diri sebagai teman. Jika tidak, siap-siap lenyap ditelan kemajuan zaman.

Di era digital ini, hal-hal baik atau buruk punya peluang sama besar untuk menjadi viral dan langsung terkenal. Selebihnya, tinggal dipilih, mau menjadi "famous" dan dihormati, karena sudah melakukan kebiasaan baik, atau menjadi "notorious" dan dibenci, karena masih saja melakukan kebiasaan buruk.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun