Bicara soal liga top Eropa, Liga Italia tentu masuk daftar. Setidaknya, dalam 4 besar liga top Eropa, bersama Liga Inggris, La Liga Spanyol, dan Bundesliga Jerman.
Dari sisi nostalgia, liga Negeri Pizza juga menarik, karena pernah berjaya sampai awal milenium. Tepatnya, sebelum skandal Calciopoli muncul, dan liga-liga lain makin populer.
Tapi, performa klub wakil Italia di Liga Champions musim ini seolah menggambarkan, seberapa parah penurunan kualitas mereka.
Tidak seperti musim lalu, dari 4 wakil yang ikut serta, hanya 2 tim yang lolos ke fase gugur, tapi tak ada satupun tim yang lolos ke babak perempatfinal. Jumlah ini lebih sedikit ketimbang musim lalu (3 tim) meski progres akhirnya sama saja.
Catatan muram ini semakin lengkap, karena keempat klub wakil Italia tersingkir berkat andil dua klub, yakni Liverpool (Inggris) dan Villarreal (Spanyol).
Liverpool dua kali mengalahkan AC Milan di fase grup, dan hasil ini ikut andil membuat Rossoneri angkat koper di fase grup.
Dalam grup yang sempat disebut-sebut sebagai "grup neraka" ini, tim asuhan Stefano Pioli finis di posisi juru kunci klasemen akhir.
Untuk ukuran klub juara Liga Champions 7 kali, ini memang bukan prestasi bagus, tapi berhubung kondisi mereka morat-marit dalam hampir sedekade terakhir, kegagalan Zlatan Ibrahimovic dkk masih bisa dimengerti.
Di fase gugur, tim asuhan Juergen Klopp kembali bertemu wakil Italia, yakni Inter Milan. Meski tim rival sekota AC Milan ini mampu memberi perlawanan ketat di kedua leg, Liverpool tetap lolos ke babak perempatfinal, setelah menang skor agregat 2-1.
Di leg pertama, gol-gol Mohamed Salah dan Roberto Firmino mampu memukul Si Ular di Giuseppe Meazza. Harapan sempat muncul kala Lautaro Martinez mencetak gol indah di Anfield, tapi kartu merah Alexis Sanchez langsung memupus harapan Edin Dzeko dkk.
Villareal, yang datang sebagai juara Liga Europa musim lalu, juga menampilkan cerita mirip. Di fase grup, anak didik Unai Emery lolos bersama Manchester United.
Pada prosesnya, Gerard Moreno dkk mampu mengalahkan Atalanta, tim kuda hitam Liga Italia, dengan skor 3-2 di Bergamo. Hasil ini membuat La Dea harus turun kelas ke fase gugur Liga Europa.
Di babak perdelapan final, seperti sudah berjodoh, Tim Kapal Selam Kuning bersua Juventus, tim kuat lainnya dari Italia.
Awalnya, tim berkostum kuning ini berada dalam situasi kurang menguntungkan, seturut hasil imbang 1-1 di leg pertama. Hasil imbang di kandang sendiri jelas bukan modal bagus.
Tapi, mereka mampu membuat kejutan di Turin, lewat gol-gol Gerard Moreno, Pau Torres, dan Arnaut Danjuma, hanya dalam waktu 12 menit jelang pertandingan usai.
Hasil ini tentu mengejutkan, karena Juve sebenarnya cukup mendominasi permainan. Ditambah lagi, Villareal sebenarnya bukan tim empat besar La Liga. Tren performa mereka musim ini juga kurang bagus, karena tercecer di posisi ketujuh klasemen sementara.
Catatan muram wakil Italia di Liga Champions musim ini (dan musim lalu) sebenarnya menunjukkan, ada penurunan kualitas pada klub Serie-A.
Sebenarnya, mereka masih mampu mengimbangi permainan klub-klub Liga Inggris, Spanyol dan Jerman. Tapi, semakin kesini, mereka tampak makin kesulitan melangkah jauh. Di Liga Champions, ini terlihat dari grafik menurun prestasi wakil Italia.
Setelah Juventus lolos ke final (2017) dan Roma (2018), wakil negeri Pisa mentok di babak perempatfinal, dengan Juventus (2019) dan Atalanta (2020) sebagai wakil terakhir, sebelum kemandekan dalam dua tahun terakhir.
Memang,Timnas Italia belum lama ini sukses juara Piala Eropa 2020. Tapi, ada Gianluigi Donnarumma dan Marco Verratti (PSG) Jorginho dan Emerson Palmieri (Chelsea) yang bermain di luar Italia.
Pelatih mereka, yakni Roberto Mancini, juga punya pengalaman melatih klub Inggris, Turki dan Rusia. Jadi ada nilai tambah, yang ternyata hadir dari luar Italia, sekaligus menunjukkan, ada yang sudah usang di sepak bola Italia.
Tanda-tanda itu sebenarnya sudah terlihat sejak Gli Azzurri gagal lolos ke Piala Dunia 2018, dan bisa muncul lagi tahun 2022, jika mereka kalah lagi di play-off kualifikasi Piala Dunia zona UEFA.
Grafik menurun performa klub Italia di Eropa belakangan ini seharusnya bisa jadi sinyal untuk segera berbenah. Jika tidak, Liga Italia akan mencapai titik nadir dalam waktu dekat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H