Hasilnya, mereka bisa terus berkembang, dan mampu menaikkan level. Di saat progres PSG masih stagnan di Eropa, City mulai bisa membangun konsistensi, dan Chelsea sudah meraih aneka trofi, berkat dukungan jajaran direksi yang kompeten. Inilah satu alasan, mengapa Mbappe enggan memperpanjang kontrak di Parc Des Princes.
Berangkat dari situ, wajar jika ultras PSG mulai gerah. Saat menang 3-0 atas Bordeaux, Minggu (13/3) lalu mereka kompak menyoraki Lionel Messi dan Neymar.
Bukan cuma itu, desakan agar Al Khelaifi mundur sebagai presiden klub juga mulai muncul, karena PSG masih terlihat ompong di Eropa, sekalipun sudah bertabur bintang.
Desakan ini muncul, karena mereka menghendaki adanya pembaruan dan perbaikan dari dalam. Situasi ini jelas menunjukkan, klub sedang berada di titik jenuh. Mungkin, situasi ini tergolong aneh untuk ukuran klub dengan pemilik yang kaya raya seperti PSG.
Tapi, ini menunjukkan, sekaya apapun pemiliknya, sebuah klub akan berada di titik jenuh, jika hanya berfokus pada rekrutmen pemain bintang. Sehebat apapun pemain bintang, masa edarnya di level tertinggi hanya sebentar. Apalagi, jika dia banyak tingkah di luar lapangan.
Jika dibiarkan saja, titik jenuh ini akan jadi awal kejatuhan, karena tidak ada sistem pendukung yang ikut dibangun, dan tidak ada arah yang jelas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H