Dalam sebuah tim, keberadaan seorang kapten adalah satu hal penting. Selain menjadi kepanjangan tangan pelatih di lapangan, kapten adalah satu sosok yang jadi panutan rekan setimnya, dan menjadi gambaran umum tentang kondisi tim itu sendiri.
Jika sang kapten mampu memberikan contoh bagus, maka tim akan bermain bagus juga. Sekalipun si kapten ini temperamental, selama contohnya positif, dengan jiwa kepemimpinan kuat, seharusnya semua akan baik-baik saja.
Kita tentu ingat, bagaimana Sergio Ramos mampu memimpin barisan pemain bintang di Real Madrid, seperti halnya Roy Keane di Manchester United. Mereka temperamental dan tak segan bermain kasar, tapi terbukti mampu menjadi kapten tim yang sukses.
Dalam artian, mereka disegani teman dan lawan, juga mampu menjadi penyemangat saat tim terpuruk.
Yang jadi masalah adalah, jika si kapten itu "rajin" memberi contoh kurang baik. Bukan karena perilaku buruk di luar lapangan, tapi dari penampilan kurang baik di lapangan.
Akibatnya, ia justru menjadi pemain yang disukai lawan, tapi ditakuti rekan setim dan suporter sendiri. Kasus ini terbilang langka, tapi inilah yang terjadi di Manchester United, dengan Harry Maguire sebagai kaptennya.
Datang sebagai bek tengah termahal di dunia dengan ongkos 80 juta pounds pada tahun 2019, pemain berpostur tinggi 194 cm ini memang punya catatan performa bagus di Leicester City dan cukup diandalkan di Timnas Inggris.
Sepintas, rekam jejak eks pemain Hull City ini terlihat meyakinkan, mirip seperti rekam jejak Virgil Van Dijk di Southampton, bahkan sedikit lebih bagus, karena sukses membantu Timnas Inggris lolos ke semifinal Piala Dunia 2018.
Kebetulan, pemain asal Belanda itu juga datang ke Liverpool, sebagai bek tengah termahal dunia dengan ongkos 75 juta pounds, satu setengah tahun sebelumnya.
Dari sini, kita bisa melihat, United coba meniru langkah Liverpool, dan tak malu mengakuinya. Kebetulan, baik Van Dijk maupun Maguire sama-sama palang pintu berpostur tinggi besar.
Tapi, waktu menunjukkan, ada sebuah paradoks dari mereka berdua. Maguire malah menjelma menjadi kapten tim yang ditakuti rekan setim dan suporter sendiri.
Bek bernomor punggung 5 ini kerap membuat blunder dan menampilkan aksi jenaka. Mulai dari melakukan marking pada teman sendiri saat sepak pojok, melakukan tackle tanpa melihat arah pergerakan lawan, me-nutmeg diri sendiri, bahkan mencetak gol ke gawang sendiri.
Ironisnya, pada saat bersamaan, Virgil Van Dijk mampu menjadi komandan lini belakang Liverpool, dan membantu tim juara Liga Inggris.
Kualitas dan ketangguhannya juga terbukti tangguh secara mental, karena mampu tampil baik setelah absen nyaris setahun akibat cedera lutut parah. Paling gres, trofi Carabao Cup sukses diraih akhir Februari 2022 silam.
Di sini, harga 75 juta pounds yang dibayarkan Liverpool ke Soton justru terlihat "murah", karena kualitas teknik dan mentalnya terbukti oke. Sebuah pembuktian sempurna, dari pemain yang harganya sempat dipertanyakan.
Kualitas mental VVD bahkan membuatnya diganjar perpanjangan kontrak sampai tahun 2025, tak lama setelah pulih dari cedera.
Bagaimana dengan Maguire?
Blunder demi blunder masih gemar dilakukannya. Beberapa kali ia jadi biang kerok kekalahan United, seperti saat dihajar Liverpool 0-5 dan Manchester City 1-4.Â
Berikut beberapa aksinya, termasuk blunder yang berbuah gol untuk lawan.
Sebuah performa medioker untuk ukuran bek tengah termahal dunia dan kapten tim sekelas Manchester United. Tak heran, kritik dan desakan untuk mencopot ban kapten pun menguat.
Strategi "percobaan copy paste" United pun terbukti gagal, karena pemain berbobot 100 kilogram ini hanya konsisten tampil baik di Timnas Inggris. Harganya memang lebih mahal dari VVD, tapi tidak dengan kualitasnya.
Alih-alih menemukan bek berkualitas setara Van Dijk, United justru menemukan penerus sempurna dari Phil Jones, bek yang kerap menampilkan blunder dan wajah jenaka.
Beruntung, pelatih interim Ralf Rangnick masih mendukung pemain berusia 29 tahun ini. Posisinya sebagai pemain Timnas Inggris pun membuatnya sedikit terselamatkan. Ada kritik, tapi tak sesadis yang biasa didapat pemain lain, terutama mereka yang berasal dari luar Inggris.
Mungkin, inilah previlese yang hanya dimiliki pemain Inggris termahal di posisinya. Andai Maguire bukan orang Inggris, dia pasti sudah lama jadi bulan-bulanan media Inggris, dan didepak dari Old Trafford.
Tapi, performa jeblok Maguire juga tak lepas dari kekacauan di internal United akhir-akhir ini. Celakanya, Maguire selaku kapten tim terlihat tak bisa berbuat banyak, dan justru menampilkan secara gamblang, kekacauan macam apa yang sedang terjadi di klub rival sekota Manchester City ini.
Di lapangan, pergantian pelatih membuat tim tak punya sistem permainan paten, sementara di luar lapangan, suasana ruang ganti kurang harmonis, karena kuatnya ego pemain bintang, dan Maguire terbukti belum kapabel dalam tugasnya sebagai kapten tim.
Entah apa yang sebenarnya terjadi di Manchester United, tapi kekacauan yang mereka tampilkan belakangan ini sudah menggambarkan, seberapa rumit situasinya, dengan sang kapten tim sebagai representasi sederhana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H