Situasi ini jelas mengkhawatirkan, karena di kedua pertandingan ini, mereka unggul secara statistik pertandingan, dan berpeluang menang.
Masalahnya, dalam kedua pertandingan ini, tim rival sekota Manchester City ini selalu saja kecolongan di babak kedua, setelah unggul lebih dulu di babak pertama.
Soal organisasi permainan, The Red Devils memang lebih kompak di bawah komando Rangnick, Ada skema dan pressing ketat yang konsisten, dan tak sporadis seperti sebelumnya.
Meski begitu, sistem itu hanya berjalan dengan baik di babak pertama. Di babak kedua, mereka justru kedodoran, dan kerap kecolongan, karena tempo permainan menurun.Â
Sebelumnya, ini juga terjadi, saat mereka kalah adu penalti dari Middlesbrough di Piala FA. Waktu itu, Marcus Rashford cs mampu unggul di babak pertama dan bermain agresif, tapi harus puas dengan skor imbang 1-1 akibat kebobolan di babak kedua.
Seperti diketahui, gegenpressing merupakan sistem permainan tempo tinggi, yang membutuhkan kekompakan dan stamina bagus. Jika tidak, semua akan kacau.
Pada tingkat lebih tinggi, ada senjata tambahan lain, yang biasa digunakan, sebagai pengatur tempo permainan, supaya tidak rawan diserang balik dan menjaga tempo permainan tetap tinggi.
Di Liverpool dan Chelsea misalnya, Klopp dan Tuchel sama-sama mengandalkan umpan silang, eksekusi bola mati, umpan langsung dan serangan balik cepat, sebagai fitur "pengatur tempo" strategi gegenpressing mereka.
Kadang, mereka memainkan juga playmaker di lapangan. Liverpool punya Thiago Alcantara, sementara Chelsea biasa mengandalkan Jorginho.
Alhasil, baik Liverpool maupun Chelsea jarang kedodoran di babak kedua, dan mampu mengontrol situasi sepanjang pertandingan.
Bedanya, Klopp cenderung agresif, sementara Tuchel lebih rapat saat bertahan. Inilah yang membedakan keduanya dengan Rangnick, yang lebih banyak menekankan pada pressing ketat yang konstan selama 90 menit.