Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Saat Timnas Mempersulit Diri Sendiri

25 Desember 2021   23:52 Diperbarui: 25 Desember 2021   23:57 556
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mempersulit diri sendiri. Begitulah kesimpulan sederhana, dari penampilan Timnas Indonesia saat bersua Singapura, pada leg kedua semifinal Piala AFF 2020, Sabtu (25/12).

Disebut demikian, karena tim asuhan Shin Tae-yong ini harus berjuang susah payah, sampai menit akhir. Padahal, mereka mampu memegang kendali permainan, dan mendapat keuntungan karena unggul jumlah pemain, khususnya sejak akhir babak pertama.

Awalnya, skenario taktik Shin Tae-yong terlihat lancar, setelah Ezra Walian sukses menceploskan umpan matang Witan Sulaeman di menit ke 12. Gol ini membawa Indonesia unggul 1-0, sekaligus menjelaskan, mengapa pelatih asal Korea Selatan cenderung mengedepankan penyerang Persib Bandung, ketimbang yang lain.

Masalahnya, Tim Garuda kembali terjebak dalam situasi kurang menguntungkan. Seperti di leg pertama, saat kedua tim bermain imbang 1-1, Singapura coba memperlambat tempo permainan dengan melakukan pelanggaran, memaksa lawan melakukan kesalahan-kesalahan sendiri, sebelum akhirnya menyerang balik.

Strategi ini ternyata kembali berhasil. Di akhir babak pertama, The Lions berhasil menyamakan skor, setelah Song Ui Young sukses memanfaatkan umpan matang Irfan Fandi.

Gol ini menjadi satu pukulan kejutan buat Timnas Indonesia, karena tepat sebelum tendangan bebas diambil, Safuwan Baharudin dikartu merah wasit, akibat melakukan protes berlebihan.

Kalah jumlah pemain, tim juara Piala AFF 4 kali itu lalu bermain lebih rapat saat bertahan. Pertahanan ini semakin dirapatkan, setelah Irfan Fandi dikartu merah wasit, karena melanggar keras Irfan Jaya di menit ke 67.

Meski kelihatannya bermain sangat defensif, tim asuhan Tatsuma Yoshida ini tak lupa bermain taktis saat menyerang. Tanpa malu-malu, mereka mengincar hadiah tendangan bebas di sekitar area pertahanan Indonesia, karena menyadari, situasi bola mati adalah satu kelemahan Timnas Indonesia saat bertahan.

Hasilnya, Timnas Indonesia justru kewalahan menghadapi tim yang tinggal 9 orang. Witan Sulaeman dkk tak hanya dibuat buntu saat menyerang, tapi juga kembali dipaksa kecolongan, setelah tendangan bebas cantik Shahdan Sulaiman menjebol gawang Nadeo Argawinata di menit ke 74.

Situasi ini jelas mengekspos kebingungan, sekaligus kelemahan Timnas Indonesia, dalam dua leg semifinal Piala AFF: rawan ditembus saat sudah termakan jebakan taktik Singapura. Sebuah masalah yang terbukti mempersulit diri sendiri.

Memang, setelah menyerang bertubi-tubi, Pratama Arhan sukses menyamakan skor menjadi 2-2 di menit ke 87, tapi pemain PSIS Semarang ini sempat membuat seluruh tim ketar-ketir, setelah melakukan pelanggaran di kotak terlarang, tepat di masa injury time.

Beruntung, eksekusi penalti Shahdan Sulaiman mampu ditepis Nadeo Argawinata.

Di babak perpanjangan waktu, giliran Timnas Indonesia yang memegang kendali. Kali ini, Hasan Sunny dkk tak diberi kesempatan menjalankan strategi mereka.

Hasilnya, Indonesia sukses mencetak dua gol tambahan lewat Irfan Jaya dan Egy Maulana Vikri di babak pertama, untuk berbalik unggul 4-2. Jumlah gol itu bisa saja bertambah, andai Hassan Sunny tak tampil bagus di bawah mistar.

Saat pertandingan akhirnya selesai, Indonesia menang dengan agregat 5-3, selagi Singapura mengakhiri pertandingan dengan 8 pemain, setelah Hassan Sunny dikartu merah wasit, tepat di menit-menit akhir perpanjangan waktu.

Kemenangan ini memang menjadi "happy ending" karena mengantarkan Tim Garuda ke final Piala AFF untuk keenam kalinya. Memang, ada paduan bagus antara strategi jitu, pemilihan pemain, tim yang kompak, dan mental yang lebih tangguh dari sebelumnya.

Tapi, melihat prosesnya yang dramatis, masih ada banyak hal yang perlu dipersiapkan menuju final, demi tampil lebih baik lagi. Harapan juara memang ada, tapi bukan berarti Timnas Indonesia boleh jumawa, karena itu bisa jadi bumerang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun