Saat Barcelona mengumumkan nama Xavi Hernandez sebagai pelatih baru klub bulan lalu, ada romansa yang mengemuka. Mulai dari berlanjutnya estafet filosofi tiki-taka, sampai yang paling ekstrem, harapan pada Xavi untuk bisa meniru jejak cemerlang Pep Guardiola di Nou Camp.
Penyebabnya, Xavi adalah legenda klub, seperti halnya Pep, dan merupakan murid langsung pelatih Manchester City itu. Strategi tiki-taka nya pun terlihat cukup manjur saat melatih Al Sadd di Qatar.
Tak heran, kebanyakan Barcelonistas punya optimisme, Xavi bisa seperti Pep dulu. Optimisme itu sempat mewujud, saat Barca sukses mencatat dua kemenangan di La Liga, dan satu hasil imbang lawan Benfica di Liga Champions.
Dalam tiga laga itu, semua terlihat cukup meyakinkan, karena tim hanya kebobolan sekali. Satu lagi, Blaugrana kedatangan kembali sosok Dani Alves, pemain sarat pengalaman asal Brasil yang juga legenda Barca.
Masalahnya, pekerjaan Pep Guardiola dulu terlihat lebih mudah, karena legenda Barcelona itu mewarisi tim kuat warisan Frank Rijkaard yang pondasinya sudah sangat kuat. Di bursa transfer, Pep leluasa berbelanja, karena kondisi keuangan klub sehat.
Ditambah lagi, akademi La Masia sedang menghasilkan talenta sekelas Lionel Messi dan Sergio Busquets. Jadi, saat pemain senior seperti Ronaldinho dan Deco didepak, tak ada masalah sama sekali.
Dari segi teknis Pep juga didukung Johan Cruyff, yang jadi mentornya semasa bermain dulu. Cruyff jugalah, yang merekomendasikan Rijkaard dan Pep sebagai pelatih Tim Katalan kepada Joan Laporta, sosok yang juga merupakan presiden klub saat ini.
Situasi ideal seperti yang dialami Pep dulu tak terjadi pada Xavi. Saat pasangan sehati Iniesta ini datang, Barcelona adalah klub dengan kondisi keuangan morat-marit akibat salah urus manajemen era Bartomeu, plus imbas pandemi.
Saking parahnya, The Catalans terpaksa harus melepas Lionel Messi, akibat tak sanggup menggaji sang legenda. Masalah semakin berat, karena pemain senior yang ada sudah mulai "habis", sementara pemain muda yang ada masih minim pengalaman.
Boleh dibilang, Xavi berada dalam situasi cukup rumit. Kerumitan ini belakangan langsung muncul, dengan hadirnya sepasang kekalahan, masing-masing 0-1 dari Real Betis di liga, dan 0-3 dari Bayern Munich di Liga Champions.