Kalau bisa simpel, kenapa harus rumit?
Entah sudah berapa kali saya mengalami, tapi situasinya kurang lebih selalu sama. Dari pengalaman saya, dengan kondisi fisik cacat sejak lahir, menunggu adalah hal paling menyebalkan, yang akan makin menyebalkan kalau pihak yang ditunggu membungkus jawaban "tidak" dengan kata-kata ala motivator, atau menghilang tanpa jejak.
Oke, saya tahu, Anda tidak butuh saya, tapi maaf, saya pun tidak butuh omongan dan sikap Anda yang seperti itu. Tidak ada gunanya, kalau bisa saya hapus, pasti akan saya hapus.
Zaman sudah modern, tapi gayanya masih primitif seperti ini. Apa jujur memang sesulit itu?
Kalau situasinya bisa dibalik, saya yakin, mereka pasti jengkel juga, mungkin mereka akan bertanya: Maunya apa sih?
Datang semaunya, menghilang seenaknya, tapi merasa tersakiti saat tertolak. Membingungkan.
Andai mereka juga merasakan sendiri, pasti kebiasaan buruk ini akan ditinggalkan. Kecuali, kalau mereka tidak kapok.
Saya tidak bermaksud mendoakan atau menyumpahi, tapi kebiasaan buruk seperti ini sebetulnya rawan membuat pelakunya kena kualat. Apalagi, kalau yang dibegitukan sampai ada ribuan orang.
Jika terbiasa menghambat, suatu saat pasti akan gantian terhambat. Jika terbiasa meng-ghosting, suatu saat pasti akan gantian kena ghosting. Kalau sudah begini, tak ada seorang pun yang bisa playing victim.
Makanya, saya benci ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H