Selain punya destinasi wisata nan menawan, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) juga dikenal punya eksotika budaya dari suku-suku setempat, yakni Suku Sasak, Suku Sumbawa atau Samawa, dan Suku Mbojo.
Suku Sasak mendiami Pulau Lombok dan Sumbawa bagian barat. Suku Samawa mendiami Pulau Sumbawa, sementara itu, Suku Mbojo mendiami pulau Sumbawa bagian Timur, yang tersebar di Kota Bima, Kabupaten Bima, dan Kabupaten Dompu.
Nama Mbojo sendiri berasal dari kata "babuju", yang dalam bahasa setempat berarti "berbukit". Ini merujuk pada topografi wilayah tempat tinggal Suku Mbojo, yang memang berbukit-bukit, dengan Gunung Tambora (2.850 m dpl) sebagai titik tertingginya.
Istilah Mbojo juga dipergunakan untuk menyebut nama kota Bima dalam bahasa daerah setempat (biasa disebut nggahi Mbojo atau bahasa Mbojo).
Suku Mbojo umumnya bekerja sebagai petani dan penggarap ladang. Kuliner khasnya antara lain Daging Rusa Bakar (Uta Maju Puru), Bandeng Kuah Santan (Uta Palumara Londe), dan Sambal Mangga Muda (Tota Fo'o). Pekerjaan lainnya, yang jadi tradisi turun-temurun mereka adalah menjadi penenun.
Kain tenun khas Suku Mbojo biasa disebut Tembe, yang dalam bahasa setempat berarti sarung. Tembe biasa digunakan pada pakaian adat mereka, yakni Rimpu dan Katente, yang sudah muncul sejak era kerajaan Islam di Bima, yakni pada abad pertengahan. Jejak sejarah itu antara lain dapat ditemui di Museum Asi Mbojo, yang terletak di kota Bima.
Perbedaannya, Rimpu hanya diperuntukkan bagi perempuan, sebagai pakaian pengganti kerudung, sedangkan laki-laki memakai Katente sebagai sarung yang dijadikan ikat pinggang. Pakaian adat ini biasa disebut Pakaian Adat Rimpu Cala.
Selain pakaian adat, Suku Mbojo juga punya tarian tradisional bernama Tari Buja Kadanda.
Tarian tradisional ini menggambarkan dua prajurit yang sedang berperang dengan menggunakan tombak dan perisai sebagai senjata mereka. Buja kadanda sendiri merupakan tombak dengan rumbai bulu ekor kuda, yang digunakan penari sebagai atribut tarian.
Tarian ini diciptakan untuk mengenang dan mengapresiasi perjuangan para prajurit dalam mempertahankan daerah mereka. Selain itu tarian ini juga berfungsi untuk memperkenalkan kepada generasi muda akan kejayaan dan kehebatan leluhur masyarakat Bima pada jaman dahulu.
Dalam hal seni tradisi lisan, Suku Mbojo punya Patu atau Kapatu Mbojo. Pantun khas Suku Mbojo ini berfungsi sebagai media pendidikan nonformal, dengan berpijak pada landasan norma sosial yang berlaku. Khususnya, dalam hubungan dengan sesama, alam, dan Sang Pencipta.
Referensi:
- Tajib, Abdullah. 1995. Sejarah Bima Dana Mbojo. Jakarta: PT Harapan Masa PGRI
- Bunyamin, 2017, Berkenalan dengan Sasambo, Jakarta, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H