Jika bicara soal Tana Toraja, hal-hal pertama yang langsung terlintas di pikiran orang umumnya berhubungan dengan Rumah Adat Tongkonan, seni ukir, pemakaman yang unik, atau kopi Arabika Toraja. Semua itu benar, dan memang sudah populer di Indonesia, bahkan sampai ke mancanegara. Maklum, Tana Toraja sudah menjadi salah satu ikon pariwisata Indonesia, khususnya Provinsi Sulawesi Selatan.
Tapi, ada satu ciri khas Tana Toraja yang masih belum sepenuhnya dikenal luas, yakni kain tenun Paramba. Kain ini merupakan kain tenun khas Toraja. Kain tenun ini bisa ditemui di kampung Sa'dan To'barana.
Sa'dan To'barana adalah kampung wisata yang terletak di desa Sa'dan Malimbong. Kampung ini berjarak kurang lebih 16 kilometer dari Rantepao, ibukota Kabupaten Toraja Utara. Sa'dan To'barana sudah sejak lama dikenal sebagai kampung sentra penghasil kerajinan tenun. Lokasi persis sentra kerajinan tenun di Sa'dan To'barana ada di Tongkonan Langi Para'pa, Langi Para'pa adalah salah satu keluarga bangsawan terpandang di Toraja.
Kain ini menjadi salah satu oleh-oleh khas Tana Toraja. Kain ini mempunyai ciri khas kombinasi warna-warna cerah. Paramba merupakan hasil tenunan yang memadukan beberapa warna benang dalam satu garis tipis panjang, biasanya berukuran panjang 3-4 meter untuk setiap helai kainnya. Pewarnaannya menggunakan bahan alami, dan hanya bisa diolah dengan metode manual dan alat tradisional. Warna kain tenun Paramba terinspirasi dari warna alami, seperti jingga, merah, hitam, biru dan kuning.
Proses pembuatannya memerlukan waktu cukup lama, dengan teknik lumayan sulit. Pada prosesnya, benang-benang dengan warna cerah ditarik secara bergantian diantara bilah-bilah kayu.
Selain berbentuk kain, Paramba juga dibuat dalam aneka bentuk seperti wadah tissue, dan kotak perhiasan. Kain ini dijual dengan harga bervariasi, mulai dari puluhan ribu sampai jutaan rupiah, semua tergantung dari ukuran, bentuk dan juga lama pembuatan atau tingkat kesulitannya.
Dewasa ini, kain Paramba menjadi salah satu warisan leluhur yang sudah mulai langka keberadaannya. Metode pembuatan dan pengolahan bahan, yang hanya bisa dilakukan secara tradisional, membuat regenerasi pengrajin kain tenun Paramba agak terhambat.
Akibatnya, jumlah pengrajin kain tenun Paramba semakin sedikit, dan kain ini menjadi produk langka. Jika dibiarkan saja, salah satu warisan budaya khas Nusantara ini bisa saja punah ditelan kemajuan zaman, atau bahkan diklaim dan dikembangkan lebih jauh oleh negara lain.
Maka, sudah menjadi satu keharusan bagi pihak-pihak terkait, termasuk kita semua, untuk memastikan salah satu warisan kekayaan budaya Nusantara ini tetap lestari, bahkan semakin berkembang. Karena, inilah satu elemen yang turut membangun identitas kita sebagai sebuah bangsa.
Kalau bukan kita, siapa lagi?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H