Saat ada media yang berani vokal, mereka malah mencoba "membungkam" lewat gugatan. Siklusnya begini terus, sampai Doraemon tak lagi doyan makan kue dorayaki.
Melihat fenomena ini, seharusnya semua sudah jelas. Sepak bola Indonesia tak pernah benar-benar bisa diharapkan untuk bisa berprestasi, karena tata kelola dan mentalitas pengurusnya memang sudah bobrok, kecuali jika semua dibongkar total dan dibangun ulang dengan melibatkan orang-orang yang kompeten.
Praktis, sepak bola nasional hanya bisa dinikmati sebagai sebuah hiburan. Ada "stand up comedy" lewat kehebohan dan celetukan unik sang komentator, adegan baku hantam saat pertandingan berjalan keras, dagelan saat wasit dan pengurus PSSI mengeluarkan keputusan tak biasa, dan aneka macam "atraksi" lain, termasuk "sepak bola ala tujuh belasan" saat lapangan banjir, yang hanya ada di Indonesia.
Sebagai sebuah hiburan, sepak bola nasional memang sebuah paket lengkap. Tapi, kualitasnya tak akan pernah bisa diharapkan seperti cabor bulutangkis.
Selama pengurus PSSI masih menampilkan logika ajaib dan sisi antik mereka, selama itu juga pecinta sepak bola nasional merasakan betul, seberapa pedih saat menyadari, cinta mereka pada sepak bola nasional hanyalah cinta yang bertepuk sebelah tangan. Persis seperti lirik lagu "Pupus" yang dilantunkan oleh Once Mekel dengan penuh penghayatan:
 Baru kusadari,
Cintaku bertepuk sebelah tangan
Kau buat remuk,
Sluruh hatiku
Miris!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H