Setelah dalam beberapa kesempatan menampilkan tayangan seputar permasalahan di sepak bola nasional, akhirnya muncul polemik antara acara televisi "Mata Najwa" dengan PSSI. Polemik ini muncul, karena kubu PSSI beberapa kali meminta, agar identitas sosok "whistleblower", yang selama ini dihadirkan secara anonim, diungkap ke publik.
Permintaan ini langsung ditolak, dan justru mendorong PSSI untuk menggugat acara besutan Najwa Shihab ini, dengan dalih acara Mata Najwa "melindungi pelaku, bukan saksi atau korban". Padahal, "whistleblower" di sini berperan sebagai "saksi" alias informan.
Jadi, wajar jika permintaan PSSI langsung ditolak. Secara Kode Etik dan regulasi, sikap menolak ini sudah tepat, karena sesuai dengan "hak tolak" dan "kerahasiaan narasumber" yang tercantum dalam Undang-Undang nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.
Masalahnya, PSSI lalu bergegas mengajukan gugatan ke pengadilan, juga berdasarkan ketentuan pada Undang-Undang nomor 40 tahun 1999. Dimana, kerahasiaan narasumber ini baru bisa dibuka, jika pengadilan memberi perintah.
Celah inilah yang coba dimanfaatkan PSSI, untuk "membungkam" pergerakan acara "Mata Najwa" yang selama ini sudah membongkar permasalahan di sepak bola nasional secara frontal.
Melihat rekam jejak PSSI selama ini, tindakan kali ini hanya sebuah "lagu lama kaset kusut". Mereka selalu leluasa bergerak tanpa tersentuh, karena punya tameng "statuta FIFA" yang mengharamkan semua jenis intervensi dari pihak luar, termasuk pemerintah.
Cara kerja khas kartel ini sudah berjalan sejak lama secara sistematis, sesuai dengan cara kerja khas FIFA. Oleh banyak kalangan, FIFA sendiri banyak disebut sebagai "kartel sepak bola", karena kerap tak tersentuh, meski sebenarnya punya banyak masalah.
Saking tak tersentuhnya, kebobrokan yang ada menjadi semakin parah. Apa yang terjadi di Indonesia selama ini menjadi satu gambaran sederhana.
Jika diparodikan ke dalam sebuah lagu, kurang lebihnya seperti ini:Â
Ada Satgas Antimafia Bola, tapi masalah dugaan pengaturan skor terus bergulir. Ada penertiban, hanya setelah insiden tersebut viral dan disorot media asing, seperti pada kasus tendangan kungfu pemain AHHA PS Pati FC beberapa waktu lalu.