Foto hasil jepretan Kompasianer Tamita Wibisono di bawah ini, menjadi satu buktinya. Saat itu, saya digendong oleh Kompasianer Andri Mastiyanto.
Museum Bank Indonesia, Jakarta, saya memang ikut tur jalan kaki keliling museum bersama sejumlah Kompasianers lainnya.
Dalam momen syukuran ulang tahun Kompasiana ke 11, pada akhir Oktober tahun 2019 silam diMeski waktu itu baru pertama kali bertemu langsung dengan sebagian besar dari mereka, tanpa ragu-ragu, mereka membantu menuntun saya, termasuk saat naik-turun tangga, dan menemani sampai saya mendapat kendaraan, di tengah padatnya lalu lintas Kota Tua pada akhir pekan.
Saat memori itu dihadirkan lagi di media sosial baru-baru ini, saya sedikit merasa "surprise", karena momen ini ternyata diabadikan di media sosial, dan tidak hanya diingat oleh saya sendiri. Banyak yang mengingatnya dengan kesan positif.
Sebuah memori indah di masa perantauan, yang kadang membuat saya "kangen" dengan Jakarta. Semoga, suatu saat nanti bisa ke sana lagi.
Di sini, saya justru angkat topi, karena mereka mampu mengangkat sisi positif dari sebuah kekurangan, dan justru menjadikan momen itu sebagai satu "reminder" saat ada "K-Drama" gara-gara "K-Rewards".
Mungkin, contoh ini kelihatan sepele, tapi hal-hal seperti inilah yang jadi satu nilai spesial di Kompasiana. Itu baru satu momen, belum yang lain. Berapa harganya? Kalau kata iklan kartu kredit, It's Priceless. Tidak bisa diukur dengan "K-Rewards".
Saya sendiri kadang absen mendapat "K-Rewards", termasuk di bulan September lalu. Apakah saya akan ngambek? Awalnya memang sedikit kecewa, karena itu seperti mendapat pesan "Anda belum beruntung, silakan coba lagi".
Tapi, saya tetap terus saja menulis, karena sebelum ada "K-Rewards" pun sudah demikian. Apalagi, menulis itu kadang seperti berolahraga, menyenangkan dan menyehatkan mental, meski butuh energi ekstra.
Saya menyebut menulis "menyehatkan mental", karena berdasarkan saran psikolog klinis yang pernah saya temui, menulis adalah satu terapi psikologi yang direkomendasikan untuk dilakukan secara rutin.
Jadi, keterlaluan kalau ada yang sampai tega bermain "curang" seperti itu. Kalaupun bisa mendapatkan banyak, uang itu sifatnya "easy come easy go", seperti kata Freddie Mercury di lagu "Bohemian Rhapsody". Kalau kata orang Jawa, "duit setan dicuri tuyul".