Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Piala Dunia Dua Tahun Sekali, Are You Serious, FIFA?

7 September 2021   00:18 Diperbarui: 7 September 2021   00:28 347
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu penyebabnya, kompetisi usia muda punya jadwal kompetisi reguler yang tak terlalu padat. Tambahannya hanya turnamen tingkat regional seperti Piala AFF tingkat junior di Asia Tenggara, atau turnamen invitasi macam Turnamen Toulon, yang sifatnya opsional untuk diikuti.

Selain itu, belum semua pemain muda bermain di tim senior. Dengan begitu, kemampuan mereka bisa lebih cepat berkembang.

Situasi ini berbeda dengan Piala Dunia senior, karena babak kualifikasinya lebih panjang, seperti pada turnamen tingkat benua, kecuali Copa America yang tak punya babak kualifikasi. Otomatis, beban fisik pemain makin besar, karena masih harus berjibaku di klub masing-masing.

Kendala lainnya, pemain di level senior tak punya batas maksimal umur. Ada peluang sebuah tim diperkuat pemain yang sama beberapa kali.

Tapi, akan ada rasa jenuh bagi penonton, karena turnamen Piala Dunia jadi membosankan. Turnamen yang biasanya ditunggu-tunggu jadi kurang menarik, karena waktu pelaksanaannya terlalu mepet.

Dari sisi tuan rumah, persiapan penyelenggaraan turnamen jadi tidak optimal, karena terlalu mepet. Padahal, selain infrastruktur turnamen, faktor persiapan untuk keamanan juga harus optimal, karena akan ada banyak orang dari berbagai penjuru dunia yang datang ke stadion.

Jika terlalu sering diadakan dalam waktu dekat, nasibnya bisa seperti Copa America, yang jadi kurang menarik meski bernilai sejarah tinggi. Karenanya, CONMEBOL sampai harus dijadwal ulang (kembali) menjadi empat tahun sekali mulai edisi 2024, seperti pada periode 2007-2019.

Contoh lain terjadi di Piala Afrika dan Piala Emas CONCACAF. Keduanya merupakan dua turnamen yang dihelat tiap dua tahun sekali. Ada banyak bakat yang muncul, tapi timnasnya gagal mencapai titik optimal di Piala Dunia, karena harus menjalani jadwal terlalu padat di tingkat benua, uji coba, dan kualifikasi Piala Dunia.

Memang, penyelenggaraan Piala Dunia tiap dua tahun sekali baru sebatas wacana. Tapi, andai FIFA ternyata tetap mewujudkan, maka mereka bisa menggunakan format kualifikasi seperti pada Piala Dunia U-17, U-20 dan Olimpiade, dengan meniadakan jadwal uji coba atau turnamen tingkat regional seperti Piala AFF di Asia Tenggara atau Piala Teluk di Asia Barat.

Dengan demikian, selain jadwal kompetisinya tetap rapi, ada peluang untuk membuat satu turnamen Piala Dunia jadi lebih kompetitif. Maklum, persaingan di turnamen tingkat benua biasanya cukup dinamis.

Selebihnya, mari kita tunggu, akan seperti apa kelanjutan wacana ini nantinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun