Jelang bergulirnya musim baru, sejumlah klub Eropa melakukan berbagai persiapan. Ada yang masih sibuk berbelanja pemain, seperti PSG dan Manchester City, ada juga yang sibuk melakoni laga uji coba, seperti Liverpool yang bertanding di Italia dan Austria, sebelum akhirnya kembali bermain di Stadion Anfield.
Tentunya, periode pra-musim kali ini sedikit berbeda, karena meski sudah mulai ada normalisasi jadwal, belum ada klub yang berani melakukan tur ke benua Asia. Padahal, benua Asia selalu jadi tujuan tur rutin.
Maklum, tingginya animo penonton dan potensi pasar yang besar sangat menarik, baik secara popularitas maupun finansial.
Tapi, masih tingginya angka kasus baru penderita COVID-19 di Benua Kuning membuat situasi jadi berbeda. Ditambah lagi, di musim panas tahun ini ada beberapa turnamen antarnegara, seperti Euro, Copa America, Olimpiade, dan Piala Emas.
Alhasil, kebanyakan klub Eropa, terutama klub besar, cenderung memilih untuk melakukan tur pra-musim di benua Eropa, atau paling jauh ke Amerika Serikat.
Dengan catatan, negara tujuan tur sudah mencapai kekebalan kolektif, atau dalam tim tersebut tak muncul kasus positif COVID-19 dalam jumlah besar. Untuk kasus ini, sudah ada Inter Milan yang sempat membatalkan tur ke Amerika Serikat, karena beberapa pemainnya terjangkit virus Corona.
Masalah ini tentu saja membuat klub sedikit kerepotan untuk mempersiapkan tim. Ada berbagai persiapan, tapi pemasukan bisa jadi lebih sedikit, karena animo penonton tak setinggi di Asia, terlepas dari adanya aturan pembatasan kapasitas maksimal di stadion.
Tapi, ada satu fenomena menarik dari fase pra-musim kali ini. Dimana, sebagian stadion mulai bisa terisi penonton dengan jumlah besar.
Sebagai contoh, saat Liverpool beruji coba dengan Athletic Bilbao di Anfield, stadion ini sudah diisi sekitar 40 ribu penonton, dari kapasitas maksimal 54 ribu kursi.
Di sini, kekebalan kolektif berkat vaksinasi massal dosis lengkap tampak sudah terbentuk. Pertambahan kasus memang masih ada, tapi tingkat kematiannya tidak setinggi dulu.
Tak heran, otoritas terkait tak keberatan memberi izin penonton masuk ke stadion, meski belum dalam kapasitas maksimal. Dengan catatan, para penonton ini sudah divaksin dosis lengkap, mentaati protokol kesehatan yang berlaku, dan punya sertifikat vaksin.
Meski tak optimal dari segi profit, kehadiran kembali penonton di stadion justru menguntungkan tim secara psikologis.
Di masa pra-musim ini, para pemain diajak kembali beradaptasi dengan atmosfer stadion yang hampir penuh, setelah sebelumnya sempat akrab dengan stadion kosong tanpa penonton.
Situasi ini menandai kembalinya sesuatu yang sempat hilang karena merebaknya pandemi.
Bagi tim tuan rumah, kembalinya suporter akan menjadi satu penyemangat. Sebaliknya, ini akan jadi tantangan buat tim tamu, setelah sebelumnya kerap membuat kejutan.
Meski belum sepenuhnya normal, mulai kembalinya penonton di stadion klub-klub Eropa menunjukkan, fase transisi menuju keadaan normal sudah dimulai. Jika lancar, tak perlu menunggu lama untuk menunggu stadion kembali penuh, dan semua kembali seperti semula.
Tentunya, kemajuan ini jadi harapan semua pihak di seluruh dunia, tapi ini hanya dapat dicapai, jika semua bisa tertib dan sudah divaksin dosis lengkap. Maka, sudah seharusnya tak ada lagi perdebatan tak perlu, karena ini menyangkut keselamatan bersama.
Pandemi dan segala imbasnya memang menjengkelkan, tapi bukan berarti kita boleh terlalu berlama-lama terjebak di dalamnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H