Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Menuju Tiga

15 Juli 2021   00:49 Diperbarui: 15 Juli 2021   00:53 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Selamat ulang tahun."

Itulah pesan yang kudapat sepanjang hari ini. Jauh dekat, dari berbagai penjuru. Sungguh menyenangkan, karena hari ini jadi terasa panjang, tapi tak membosankan.

Seperti biasa, hari ini terasa menyenangkan. Ada makanan lezat, dua gelas kopi susu, dan segelas besar soda gembira, bersama banyak hati yang tersenyum hangat meski keadaan sedang sulit gegara pagebluk.

Jauh dekat, semua menyatu dalam kegembiraan. Inilah satu berkat yang sungguh membesarkan hati, karena masih banyak yang mengingat orang pinggiran satu ini.

Ini jadi awal yang segar, setelah satu tahun penuh keputusan pahit telah terlewati. Memang, setelah setahun penuh keputusan berani yang serba jitu, pagebluk membuat semua jadi terasa pahit.

Dimulai dari bertahan di zona merah sendirian, berupaya tak tentu arah, karena dihajar gelombang pagebluk, berikut segala macam kegilaan di sekelilingnya. Saat akhirnya harus pulang setelah semua selesai, kebuntuan demi kebuntuan datang bagai tanpa jeda.

Keadaan makin memuakkan, karena kebebalan tumbuh subur di mana-mana. Yang susah makin susah, sementara yang di atas makin melindas.

Pulang memang jadi satu keputusan pahit, tapi setidaknya aku bisa minggir sejenak, dari gelombang pasang pagebluk, yang terus bergerak menembus batas dan melampauinya.

Mimpi? Lupakan dulu, keadaan sedang gawat darurat. Malaikat maut sedang sibuk melakukan seleksi bersama alam. Andai nyawaku ada triliunan lembar, seperti uang para bandit berdasi itu, aku akan menerjang tanpa takut karena punya banyak cadangan.

Sayang, nyawa ini hanya selembar, tipis pula. Apalah artinya di mata malaikat maut dan alam yang sedang unjuk gigi?

Mereka tak peduli nama, jabatan, usia, suku atau agama. Tak ada tebang pilih, karena mereka bukan makhluk culas yang bisa bersikap tajam ke bawah tapi tumpul ke atas.

Sebuah kesempatan yang lewat bisa datang lagi di lain waktu, tapi selembar nyawa yang hilang tak bisa diganti dengan apapun.

Benar, di tahun ini, aku mungkin akan bersiap untuk sembunyi lagi dari hiruk pikuk kehidupan, karena itulah yang sedang dikehendaki semesta pada manusia, lewat kecamuk pagebluk.

Aku ingin beristirahat sejenak, bersama mereka yang selalu menghangatkan hati, entah saat hadir di layar kaca, atau hadir dalam ingatan. Inilah mereka yang selalu dekat sekalipun posisi sedang berjauhan. Mereka yang selalu ada dalam susah dan senang.

Aku ingin menikmati dulu saat-saat ini, supaya semua racun yang ada boleh tersapu bersih oleh kesunyian. Ada rasa kehilangan di sana-sini, tapi ini akan membuat kerelaan menjadi teman. Patah tumbuh hilang berganti, begitu kata orang.

Inilah satu masa tenang dengan bumbu sedikit rasa cemas, yang pada saatnya nanti akan berakhir, bersama datangnya sebuah kesempatan baru, dalam dunia yang lebih sehat.

Persetan dengan pertanyaan "kapan" dan segala gontok-gontokan di luar sana. Biarkan semua berjalan sesuai giliran masing-masing, supaya keseimbangan tetap terjaga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun