Kembali mengganas. Begitulah situasi terkait pandemi virus Corona di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa, belakangan ini.
Disebut demikian, karena pertambahan angka kasus penderita COVID-19 belakangan sudah mencapai lima digit dalam sehari. Jumlah ini belum termasuk orang tanpa gejala, atau mereka yang tidak tercatat.
Pertanyaannya, apa saja yang sudah dilakukan selama ini?
Tentu saja, ini jadi langkah mundur karena di tahun kedua sejak pandemi mulai merebak, kasus hariannya malah mencetak rekor pertambahan.
Celakanya, untuk saat ini tak ada pembatasan aktivitas sangat ketat, seperti pada bulan-bulan awal masa pandemi di Indonesia.
Jadi, ada sedikit kekhawatiran kalau ini masih jauh dari selesai. Semua masih tampak berjalan seperti biasa. Tak ada pengetatan yang benar-benar serius.
Kalau begini terus, bukan kejutan kalau rekor masih akan tercipta. Ini jelas bukan sebuah prestasi, tapi tragedi.
Protokol kesehatan? Ini hanya sebentuk formalitas. Sebuah mantra sakti yang jadi lampu hijau pelaksanaan berbagai kegiatan, karena pada kenyataannya lebih banyak dilanggar daripada ditaati.
Alih-alih membuat keadaan terkendali, "protokol kesehatan" rasa formalitas ini justru membuat semua jadi kacau. Kebebalan tumbuh subur, menghasilkan kecerobohan kolektif, khususnya pada mereka yang meremehkan keadaan.
Memang, vaksinasi mulai dilakukan, tapi masih banyak yang belum dijangkau. Jadi, ini belum sepenuhnya bisa diandalkan untuk menghasilkan kekebalan kolektif.
Jujur saja, situasi belakangan ini memang sangat membingungkan. Kasus naik, tapi pariwisata dan mobilitas sosial (baik domestik maupun internasional) belum benar-benar ditertibkan.