Untuk pertama kalinya, aku dikenali dari apa yang kutulis, dan diakui karenanya. Ini kejutan bagiku, karena aku bukan tipe orang yang menyebarluaskan tulisan sendiri.
Ini bernilai lebih besar dari hadiah apapun, karena aku diterima dengan baik sejak awal, dan tanpa terasa berkembang. Meski hanya gemar ikut lomba karena iseng, aku tetap merasa senang. Inilah rumah tempat aku bebas jadi diri sendiri.
Memang, seperti layaknya sebuah rumah, kadang masalah itu ada. Entah mati listrik, kebocoran atap, semuanya wajar, karena inilah rumah.
Entah sudah berapa banyak cerita tentangmu yang kudengar, walau kebanyakan sebatas selentingan. Kalaupun benar, pasti akan ada banyak sudut pandang cerita, dengan kebenaran sendiri-sendiri.
Tapi, aku memilih untuk tidak terhanyut olehnya, karena itu bisa membuat keadaan jadi menyakitkan. Aku hanya memilih ikut arus, supaya tetap dalam batas aman. Persis seperti wejangan Opa dulu.
Bagiku, ini kunci untuk tetap nyaman. Kalau sudah nyaman, sudah pasti akan semangat. Lebih jauh lagi, kunci ini menjadi satu penunjuk bagaimana "memulai" saat sudah benar-benar siap, dan "berhenti" sebelum kelelahan.
Jika tak ada rasa nyaman ini, lebih baik tak usah memulai, atau berhenti sama sekali, karena hanya akan sia-sia.
Pada akhirnya, rumah ini pasti akan punya perubahan di sana-sini seiring waktu, tapi izinkan aku tetap jadi diriku seutuhnya, karena ini sangat membebaskanku, dari semua keterbatasan yang kupunya.
Dear Diary,
Terima kasih sudah mengizinkanku meracau di sini, membebaskan semua yang mengganjal di pikiran. Semoga, aku boleh bercerita lagi kepadamu di lain kesempatan. Basta!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H