Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Memori untuk Pergi

19 Mei 2021   18:37 Diperbarui: 19 Mei 2021   18:44 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (via Viva.co.id)

"Bagi sebagian orang, itu adalah bagian dari memori indah, tapi bagi sebagian yang lain, itu adalah satu masa sulit nan pahit."

Inilah kalimat yang merangkum satu masa, saat aku tinggal di Kota Klasik. Keduanya kadang berpadu, jadi tetap ada sedikit keindahan di tengah masa sulit, seperti halnya sedikit rasa manis di secangkir kopi hitam nan pekat.

Aku ingat, rasa pahit itu datang, dari ulah para perundung semasa sekolah dan selepas kuliah. Walau pelakunya hanya segelintir orang, aku tetap butuh sedikit waktu waktu untuk pulih dan memaafkan.

Selepas kuliah, aku kembali bertemu perundung lain. Mereka meminjam dan membawa lari uangku, tapi malah menerorku, sebelum akhirnya pergi tanpa jejak.

Mereka baru berani muncul beberapa tahun kemudian, saat aku sudah hidup di perantauan. Dengan enaknya, mereka memintaku untuk tak marah, setelah mengungkit-ungkit masalah yang sudah aku lupakan dan relakan.

Aku jelas berhak untuk marah. Dulu, semua memori itu membuat rasa nyamanku terkikis. Inilah yang membuatku mantap memilih untuk pergi, dan tak merasa terasing di perantauan.

Jujur saja, saat aku memilih pergi, tak ada secuil pun rasa kehilangan. Aku hanya seorang pesakitan, pelengkap derita. Tak akan ada yang akan merasa kehilangan, walau aku pergi.

Semua memori pahit itu seperti mengajakku kilas balik, karena mereka bermunculan satu persatu sejak pagebluk memaksaku pulang. Di dunia maya, aku banyak melihat, para perundung itu terlihat bisa hidup dengan sangat bahagia, seolah tak pernah terjadi apa-apa.

Setelah semua yang mereka lakukan, dan kepahitan yang kutanggung nyaris sendirian, kebahagiaan yang mereka tampilkan benar-benar membuatku terlihat seperti orang tolol, akibat semua rasa pahit itu.

Semua itu terasa menyakitkan buatku, dan membuatku ingin pergi dari sini, setidaknya sekali lagi. Hanya dengan melihat, aku sudah merasakan lagi kepedihan itu. Kepedihan yang muncul dari rasa sakit berkepanjangan.

Itu semua membuatku punya sedikit naluri pemberontak. Aku jadi terlihat berbeda, meski dari luar memang sudah berbeda.

Mungkin, keinginan untuk pergi terdengar seperti sikap pengecut, karena aku terlihat seperti sedang melarikan diri. Sebenarnya, tak seperti itu.

Aku hanya ingin pergi, dan merasakan lagi perasaan "utuh" sebagai seorang manusia. Bahagia meski lelah, merasa tenang meski berada di tengah keramaian.

Satu lagi, pergi membuatku tenang, karena bisa bebas jadi diri sendiri. Tak terbebani memori pahit sama sekali.

Memori pahit biasa menghadirkan trauma mengerikan. Tak ada yang peduli, karena itu selalu dianggap remeh. Satu-satunya yang akan datang darinya hanya penyesalan, saat semua sudah berjalan terlalu jauh dan terlambat.

Mengenaskan.

Aku masih ingin pergi, karena aku ingin menutup semua memori pahit di sini. Aku ingin melupakan, dan menganggapnya seperti tak terjadi apa-apa, sama seperti yang sudah mereka lakukan.

Kalau mereka berhak dan bisa, aku pun seharusnya demikian. Soal karma, itu urusan mereka, bukan urusanku. Rasa pahit yang datang ini memang menjengkelkan, tapi itu sudah cukup untuk menjelaskan semuanya.

Jika pergi membuatku bisa melepaskan lagi semua rasa pahit ini, aku akan melakukannya dengan senang hati. Aku berhak melupakan, karena sudah terlupakan seperti sampah.

Aku berhak membalas tanpa balas melukai mereka, supaya rantai lingkaran setan ini boleh terputus. Semua itu ingin kulakukan lagi, supaya saat semua berakhir nanti, tak ada rasa sesal yang kutinggalkan.

Kalau mereka boleh lupa, kenapa aku tidak?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun