Awalnya, ini terlihat menarik. Juve seperti ingin coba meniru apa yang dilakukan Barca pada kasus Pep. Sayangnya, tak sampai dua pekan setelah mulai bertugas, Pirlo langsung dipromosikan sebagai pelatih tim utama, menggantikan Maurizio Sarri yang dipecat.
Hasilnya, Juve terlihat limbung. Mereka memang bisa menampilkan gaya main atraktif yang cukup enak ditonton. Persis seperti apa yang diharapkan manajemen klub dan sebagian fans.
Tapi, gaya main atraktif ini berasal dari ide yang belum benar-benar teruji di lapangan. Jadi, wajar jika masih ada kekurangan di sana-sini, karena eksperimen masih terus dilakukan.
Kalau sudah begini, rasanya sulit untuk mengharapkan Si Nyonya Tua meraih hasil maksimal, karena formula ideal masih belum ditemukan. Jika nantinya Pirlo bertahan, musim ini akan jadi "masa eksperimen taktik" nya, dengan posisi empat besar dan trofi Coppa Italia sebagai sekoci penyelamat.
Jika manajemen klub bisa sesabar itu, rasanya musim depan akan jadi ajang penentu nasib Pirlo sesungguhnya. Jika eksperimen taktik musim ini bisa menghasilkan racikan taktik ampuh, tim ini akan jadi lawan yang sulit dikalahkan.
Andai kenyataan berkata lain, agaknya kita akan bersiap melihat tim yang akan dibangun ulang. Entah secara materi pemain, atau konsep taktik permainan.
Meski terkesan seperti bongkar pasang, apa yang terjadi di Allianz Arena dua tahun terakhir ini adalah satu kewajaran. Juventus dan Juventini sudah terlanjur penasaran dengan trofi Liga Champions Eropa, dan ingin meraihnya dengan cara main enak dilihat.
Mereka ingin mewujudkannya, sekalipun harus bergonta-ganti pelatih, bongkar pasang tim, yang akan membuat tim beresiko terjebak di satu siklus stagnasi. Menarik ditunggu, bagaimana kelanjutan kiprah Andrea Pirlo sebagai pelatih Juventus.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H