Maklum, rivalitas panjang setiap tim juga berimbas ke suporter. Otomatis, potensi kerusuhan akan semakin tinggi, dan karenanya selalu ada pengamanan ekstra atau kebijakan khusus yang selalu hadir.
Di liga Indonesia saja, hal semacam ini masih jadi satu pemandangan umum. Pada laga Persib Bandung vs Persija Jakarta misalnya, tim tamu biasa berangkat ke stadion dan pulang dengan menaiki kendaraan taktis, dan diperbolehkan tidak ikut konferensi pers pascalaga, demi faktor keamanan.
Selain itu, ada kebijakan khusus lain, dimana suporter tim tamu dilarang datang ke stadion, demi menjaga keselamatan. Kebijakan khusus ini kebetulan juga berlaku di "Derby Jawa Timur" antara Persebaya Surabaya vs Arema Malang.
Dengan frekuensi yang hanya sesekali saja, persiapan dan penanganannya sudah seribet itu. Itupun masih saja ada masalah bentrokan antarsuporter anarkis, yang bahkan bisa memakan korban jiwa.
Jadi, terbayang seberapa merepotkan jika partai big match ini digelar rutin, dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya. Dalam situasi pandemi saja, aksi anarkis oknum suporter masih terjadi, seperti saat PSG takluk atas Bayern Munich di final Liga Champions musim lalu.
Kalau situasi sudah normal, pasti terbayang bagaimana seramnya situasi saat big match itu berlangsung. Bagian paling menyedihkannya, partai klasik ini bisa jadi terlihat "murahan" dan membosankan, karena terlalu sering digelar.
Big match sendiri memang menarik, tapi jika daya tarik itu malah dihilangkan, justru akan merugikan. Lagipula, ini hanya sebagian kecil dari apa yang harus dijalani tim untuk meraih prestasi.
Benar, tim besar tak bisa semaunya memilih lawan, dan harus menerima apapun hasilnya. Di sisi lain, tim kecil juga tetap bisa bertarung dan membuat kejutan, karena di atas lapangan, posisi semua tim sama.
Inilah yang membuat ESL kolaps, dan saya bersyukur karenanya. Big match memang menarik, tapi bukan itu yang diinginkan suporter, khususnya suporter sejati, yang selalu ingin menonton aksi tim kesayangan, siapapun lawannya. Lagipula, sebuah tim tak akan disebut "tim besar" jika tak ada tim yang disebut "tim kecil" atau "medioker".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H