Judul di atas adalah satu kesimpulan sederhana, dari performa Liverpool di dua laga terakhir. Seperti diketahui, Jordan Henderson dkk menang 2-0 atas RB Leipzig di Liga Champions dan 1-0 atas Wolverhampton Wanderers di Liga Inggris.
Dua kemenangan beruntun tanpa kebobolan ini seperti menjadi oase, di tengah rentetan hasil buruk mereka belakangan ini.
Tapi, jika boleh menyebut satu faktor kuncinya, maka itu adalah kembalinya Fabinho ke posisi naturalnya, yakni sebagai gelandang bertahan.
Sebelumnya, pemain bernama lengkap Fabio Henrique Tavares ini kerap diplot sebagai bek tengah dadakan oleh pelatih Juergen Klopp. Penyebabnya, Joe Gomez, Joel Matip, dan Virgil Van Dijk mengalami cedera parah.
Dalam beberapa kesempatan, Fabinho memang mampu tampil oke sebagai bek tengah. Ini sedikit mengingatkan kita pada sosok Javier Mascherano, gelandang bertahan asal Argentina, yang juga bermain bagus sebagai bek tengah dadakan, tepatnya saat membela Barcelona.
Bedanya, Barca punya Sergio Busquets yang memang berposisi asli gelandang bertahan. Jadi, tak ada gangguan pada sistem permainan tim secara umum.
Masalahnya, rotasi posisi ini menimbulkan satu efek samping, yakni kacaunya sistem permainan yang selama ini sudah diandalkan Juergen Klopp. Memang, Liverpool masih punya Jordan Henderson atau James Milner, yang cukup bagus saat bertugas sebagai gelandang bertahan.
Meski mereka punya daya jelajah tinggi, tak ada yang benar-benar punya kemampuan persis seperti sang Brasileiro, khususnya dalam hal merebut bola, dan memulai serangan, atau memutus aliran bola lawan.
Padahal, dalam sistem permainan gegenpressing ala Klopp, transisi cepat dari menyerang ke bertahan (atau sebaliknya) adalah kunci. Jika sampai kedodoran saat harus bertahan, atau kebingungan saat harus menyerang, masalah sudah menunggu di depan mata.
Maka, keberadaan pemain seperti Fabinho menjadi sangat penting. Dengan penempatan posisi, umpan dan tekel akurat, ia bisa memfilter serangan lawan, sekaligus menjadi titik awal serangan tim.
Alhasil, lini belakang bisa lebih terorganisir, dan lini serang bisa lebih leluasa menyerang. Ditambah lagi, Fabinho kadang ikut membantu serangan dengan membuat umpan terobosan atau tembakan.
Inilah alasan kenapa Liverpool terlihat tangguh selama dua tahun terakhir. Mereka sudah menemukan keseimbangan permainan dalam diri eks pemain AS Monaco ini.
Untuk saat ini, pemain nomor punggung 3 akhirnya bisa kembali ke posisi semula, menyusul mulai padunya kombinasi Nat Phillips dan Ozan Kabak di jantung pertahanan tim.
Hasilnya, performa tim sedikit membaik, dan mulai muncul secercah harapan, untuk setidaknya lolos ke Liga Champions musim depan, sambil mencoba melaju sejauh mungkin di Eropa.
Tapi, masih ada sejumlah "PR" yang perlu segera diperbaiki, khususnya soal performa tim saat bermain di Stadion Anfield.
Ini tentu akan jadi satu tantangan tersendiri, yang jika mampu diatasi, akan menunjukkan seberapa bagus mental mereka, karena mampu tetap tangguh walau kondisi tim compang camping.
Mampukah Liverpool?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H