Bicara soal hobi, ada beragam perspektif tentangnya. Ada yang memandangnya sebagai sebuah kesenangan sesaat, ada yang menganggapnya sebagai sebuah candu, ada juga yang memang jadi pekerjaan.
Dalam beberapa kesempatan, kita melihat hobi sebagai sebuah kesenangan sesaat, karena tren yang sedang berkembang. Misalnya, mereka yang sebelumnya tak hobi bersepeda, jadi kerajingan gowes di jalanan.
Tak ada yang salah di sini, sebelum hobi itu surut dengan sendirinya. Bisa karena surutnya tren bersepeda, kelelahan karena secara fisik memang tak terbiasa, atau yang lainnya.
Ini berlanjut pada tren lainnya, misal bermain saham. Seperti yang sudah-sudah, hobi ini pada akhirnya hanya seumur jagung, karena ada tren lain yang terlihat lebih menarik, walau ujung-ujungnya ditinggalkan juga.
Bergonta-ganti hobi ini memang satu bagian dari proses "menemukan diri". Masalahnya, karena bersifat personal, ada satu hal yang menjadi kunci awetnya sebuah hobi, yakni rasa nyaman.
Bukan "zona nyaman", tapi ini berkaitan dengan rasa gembira setiap kali melakukan hobi itu. Tanpa harus mengumbar antusiasme berlebihan, kita bisa menikmati hobi itu dengan rasa gembira yang sama setiap waktu.
Kestabilan ini menjadi penting, karena jika antusiasme yang ada cenderung berlebih, rasa jenuh akan hadir di kesempatan berikutnya. Kalau sudah begini, semua akan berakhir dalam waktu dekat.
Di sisi lain, tujuan dari hobi itu sendiri juga menentukan. Jika tujuannya hanya mengikuti tren atau mendapat penghargaan, semua akan berakhir saat tren itu berlalu, dan penghargaan sudah didapat.
Tapi, jika tujuannya tidak bersifat transaksional, karena memang sudah merasa "nyaman", hobi itu akan terus ditekuni, sekalipun trennya sudah surut.
Di sini, hobi bisa menjadi satu "candu" yang menyenangkan, karena bisa melatih disiplin, bahkan memberi kesempatan mencoba hal baru, misalnya ikut komunitas blogger, review kuliner atau wisata, bahkan kopi darat sambil memperluas relasi.
Ini bisa jadi satu paket kejutan, karena kita bisa meningkatkan kemampuan. Misalnya, dari yang tadinya spesialis topik tertentu menjadi serba bisa, dan tetap bisa bersosialisasi dengan baik, meski pada dasarnya menulis cenderung bersifat personal.