Mungkin, itu sebabnya ia terlihat lain, setiap kali ada yang harus menyertakan hitam di atas putih.
Aku akan mempertimbangkan segalanya, sebelum akhirnya melangkah. Aku sudah memulai dan berusaha memperbaiki yang bisa diperbaiki, dengan semua kerumitan yang ada, tapi jika itu kelewat batas, mungkin sudah saatnya aku pergi.
Tubuh bermasalah ini memang tak dipermasalahkannya, tapi jika dianggap pesakitan, tanpa melihat keadaan sebenarnya, apa bedanya?
Tekanan adalah nama tengah pekerjaan, tapi jika itu tidak wajar dan tidak realistis, apakah layak?
Aku benci mengakuinya, tapi kuakui, aku kangen dengan sifat realistis ibukota, dan segala keseimbangannya.
Di sisi lain, ternyata aku benci sisi utopis Kota Klasik: tanpa hitam di atas putih, dengan permisi di sana-sini. Kenangan dan Rindu? Omong kosong!
Mungkin, inilah waktunya aku melihat lagi semuanya, sebelum kembali melangkah. Ini bukan keputusan populer, pahit malah, tapi jika ini yang terbaik, maka aku siap merelakan, terutama jika itu memang tak layak dipertahankan.
Lebih baik pergi daripada berakhir sebagai pesakitan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI