Mereka berkali-kali bilang soal inklusivitas, tapi justru mempraktekkan eksklusivitas. Buat apa dipertahankan?
Tempat itu memang penuh racun dan ilusi, yang akan membuat hati jadi kerdil, karena tak memberi ruang untuk membaur dengan kehidupan nyata.
Aku ingat, seberapa heboh mereka, saat aku memilih pergi dari grup itu. Ternyata, ada banyak yang mengikuti tindakanku, karena mereka juga merasakan hal yang sama.
Entah mereka sadar atau tidak, tapi yang pasti, aku tak ingin terkucil di kelompok kecil itu. Saat aku pulang, aku memang masih menjaga hubungan baik, khususnya dengan mereka yang punya kesadaran serupa denganku.
Pada akhirnya, situasi yang serba tak wajar ini membuatku kembali berada di titik simpang, dengan keputusan yang sudah dipilih untuk dijalani nanti.
Aku sendiri memilih bertahan dulu, sesuai kesepakatan awal. Meski tak pernah ada hitam di atas putih, aku masih berharap, ini tak seenaknya dilanggar.
Aku masih ingin berusaha memberikan sesuatu yang layak untuk diwariskan di sini, supaya saat aku pergi nanti, aku pergi dengan perasaan lega.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H