Mungkin, ini terlihat seperti sepaket ironi ketimbang sweet karma. Saya sebut demikian, karena saya justru menemukan hal-hal baik dari menulis, setelah sebelumnya berkali-kali mendapat hal buruk, sampai ingin melupakannya.
Memang, menulis belum pernah sampai memberi saya penghargaan prestisius atau sejenisnya. Saya memang tidak mengharap dapat penghargaan. Karena, ini memang bukan tujuan utama saya menulis sejak awal. Dapat ya syukur, tidak ya sudah. Masih banyak orang yang jauh lebih layak mendapatkan.
Pada akhirnya, lewat menulis, saya jadi belajar satu hal: pengalaman buruk bisa menjadi satu cara membentuk diri seseorang menjadi lebih baik, yang jika mampu dilalui, dapat mendatangkan hal-hal baik setelahnya.
Ini terlihat kontradiktif, layaknya simbol yin dan yang. Tapi, inilah alasan karma hadir, bukan hanya sebagai sumpah serapah, tapi sebagai penyeimbang. Karma sendiri pada dasarnya memang ada, supaya keseimbangan dalam kehidupan dapat tetap terjaga.