Bukannya saya tak peduli dengan keadaan, tapi demi menjaga kewarasan. Mengikuti angka jumlah kasus baru Corona, yang seperti angka jumlah subscribers kanal YouTube hanya akan membuat pikiran kacau.
Belum lagi, jika ada orang-orang yang tetap bandel pergi piknik meski sedang pandemi, layaknya di sebuah negara berbunga. Oke, semua orang bosan di rumah terus, tapi siapa yang mau membawa pulang oleh-oleh virus Corona?
Kalau kita punya nyawa cadangan berjilid-jilid, mungkin tak masalah. Kalau sisanya masih banyak, dan bisa diperjualbelikan, pasti kita akan langsung kaya. Pensiun sudah.
O ya, pada masa pandemi ini, berita, khususnya soal politik, menjadi satu hal paling berisik. Otomatis, saya memilih bodo amat, secara gaji sudah kena sunat, dua kali pula.
Kalau itu si Otong, mungkin dia sekarang sudah jadi kerupuk kulit, saking seringnya kena sunat.
Setelah berselancar dalam badai krisis akibat imbas pandemi, saya juga mengalami langsung, betapa rumitnya situasi.
Ada PHK di mana-mana, dan lowongan kerja berseliweran seperti lalat dan ikan asin, tapi lowongan itu muncul dan hilang sesuka hati, karena ada berbagai penyesuaian kebijakan rekrutmen.
Mungkin, mereka sedang ingin main "ghosting", karena tahu para pencari kerjanya cantik dan ganteng. Sayang, kami lebih doyan makan wafer daripada dibuat baper oleh perusahaan.
Ah sudahlah, daripada menunggu Godot, saya lebih baik mudik. Jujur saja, dalam situasi begini, asupan segudang informasi hanya bikin mual, tapi perut tetap lapar.
Tahun ini sudah terlalu gila untuk dijalani. Jadi, Indonesia butuh ketawa barang sebentar, sebelum melangkah lagi di tahun baru.
Persetan dengan pertanyaan soal karir, jodoh, dan berapa jumlah skill baru yang didapat selama tahun ini. Bisa melewatinya dengan selamat saja sudah syukur.