Setelah sempat menghasilkan drama di media sosial, akhirnya Barito Putera bersedia merilis kontrak Bagus Kahfi. Pada prosesnya, PSSI terlibat sebagai mediator, dan mampu menjaga peluang Bagus bermain di Eropa.
Memang, pemain kribo ini bersiap menuju Eropa, dengan FC Utrecht (Belanda) sebagai destinasi potensial. Maklum, dalam beberapa waktu terakhir, ia "dititipkan" di sana oleh Dennis Wise, selaku Direktur Teknik Garuda Select, untuk menjalani program rehabilitasi lanjutan pascacedera engkel.
Hanya saja, saya merasa agak aneh dengan keriuhan di media kita. Ada yang sudah menyebut durasi kontrak dan gaji Bagus di eks klub Irfan Bachdim, meski semua masih belum benar-benar resmi.
Memang, dikontak klub Eropa menjadi satu hal yang sangat istimewa bagi pemain kita. Tapi, sebelum benar-benar ada hitam di atas putih antara si pemain dan klub tujuan, tak seharusnya ada yang sampai berbicara terlalu banyak.
Bukan apa-apa, situasi saudara kembar Bagas Kaffa saat ini masih serba belum pasti. Kalau benar akhirnya berlabuh di Utrecht, ini memang sesuai harapan publik sepak bola nasional.
Masalahnya, bagaimana jika ternyata ia berlabuh di klub lain, misalnya di Eropa Timur seperti Egy Maulana Vikri (Lechia Gdansk, Polandia), Witan Sulaiman (Radnik Surdulica, Serbia) atau Brylian Aldama (HNK Rijeka, Kroasia)?
Atau, bagaimana jika dalam perjalanannya Bagus malah batal ke Eropa? Bukan untung, tapi buntunglah yang didapat, karena Bagus sudah tak punya lagi ikatan kontrak dengan Barito Putera, alias tak punya klub.
Tentunya akan jadi blunder buat media kita, karena apa yang selama ini sudah digembar-gemborkan ternyata tak sesuai kenyataan. Bukannya bangga, malu lah yang didapat.
Ini jelas bukan satu hal yang baik untuk dibiasakan, karena bisa berdampak negatif buat si pemain. Terutama, jika ia adalah seorang pemain muda seperti Bagus Kahfi.
Di sini, menahan diri sampai semua benar-benar resmi adalah satu keharusan. Jangan sampai ini jadi kebiasaan buruk yang terus berlanjut pada pemain muda Indonesia lainnya. Cukuplah ada satu Syamsir Alam, jangan ditambah lagi.
Pada kasus transfer Bagus Kahfi, sikap menahan diri menjadi sangat penting. Karena, kalaupun ia jadi bergabung di klub Belanda itu, ia masih punya satu PR besar, yakni membuktikan dirinya memang layak secara kemampuan, bukan hanya masuk karena modal "rekomendasi", kalau tak mau dibilang titipan, Dennis Wise.
Jangan ada ekspektasi berlebihan, supaya tak ada kekecewaan mendalam, saat realita tak sejalan dengan ekspektasi. Lagipula, ranah utama pemain muda adalah fokus mengembangkan diri , supaya bisa mencapai potensi optimal dan semakin matang secara mental.
Jika sudah mencapai potensi optimal, dan sudah matang secara mental, barulah ia layak menanggung harapan besar. Ini tak bisa dibolak-balik, karena justru akan jadi bumerang yang bisa merusak si pemain itu sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H