Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Kisah Berbeda di "Neraka Dingin" Amerika Latin

14 Oktober 2020   11:50 Diperbarui: 14 Oktober 2020   16:31 377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bolivia Vs Argentina (Tribunnews.com)

Bicara soal sepak bola Amerika Latin, ada dua kota yang layak disebut "neraka dingin", yakni Quito (Ekuador) dan La Paz (Bolivia). Maklum, kedua kota tersebut berada di area dataran tinggi.

Sebagai informasi, Kota Quito di Ekuador berketinggian 2.850 meter di atas permukaan laut, alias setara dengan ketinggian Gunung Tambora di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Kota ini adalah ibu kota Ekuador.

Sementara itu, La Paz berketinggian 3.640 meter di atas permukaan laut, hampir sama dengan ketinggian Gunung Semeru (3.676 meter) di Provinsi Jawa Timur. Kota ini adalah ibu kota Bolivia.

Dengan suhu udara lebih rendah dan kadar oksigen tipis, kedua kota tersebut menciptakan keuntungan tersendiri bagi Timnas Bolivia dan Ekuador. Mereka sudah terbiasa secara fisik, selagi tim tamu harus kewalahan.

Dalam situasi seperti sekarang, mungkin pertandingan berlangsung tanpa penonton. Tapi, faktor geografis ini saja sudah membuat lawan sangat menderita. Jadi, bisa dibayangkan, seberapa menyeramkan atmosfernya, jika kedua stadion ini terisi penuh.

Faktor ini jugalah, yang membuat tim-tim kuat macam Brasil, Argentina, dan Uruguay kerap keteteran saat bertandang ke Ekuador dan Bolivia.

Sebagai contoh, di kualifikasi Piala Dunia 2018 lalu, Argentina dipaksa kalah 0-2. Di ajang kualifikasi Piala Dunia 2010, Lionel Messi cs juga sempat dipermak 6-1 di tempat yang sama. Pemain Timnas Brasil pun sempat diketahui memakai masker oksigen saat jeda babak pertama di sini.

Tapi, pada pertandingan kedua kualifikasi Piala Dunia 2022 zona CONMEBOL, Rabu (14/10, pagi WIB), tersaji dua cerita berbeda. Meskipun, pada prosesnya tim tamu sama-sama dibuat kewalahan.

Di Estadio Rodrigo Paz Delgado, Ekuador berhasil memanfaatkan faktor keunggulan geografis, plus absensi Edinson Cavani dengan baik saat menjamu Uruguay.

Hasilnya, mereka mampu bermain agresif, dengan mengimbangi penguasaan bola Diego Godin dkk, dan mencetak empat gol ke gawang Martin Campana. Keempat gol La Tricolor dicetak Moises Caicedo, Michel Estrada (dua gol), dan Gonzalo Martinez.

Ekuador Vs Uruguay (Futbolred.com)
Ekuador Vs Uruguay (Futbolred.com)
La Celeste sebenarnya sempat memberi perlawanan, lewat sepasang gol penalti Luis Suarez di lima belas menit terakhir pertandingan. Tapi, margin empat gol yang dicetak Ekuador terlalu sulit untuk dikejar. Apa boleh buat, tim asuhan Oscar Tabarez kalah dengan skor 2-4.

Cerita berbeda tersaji di La Paz, saat Bolivia menjamu Argentina di Estadio Hernando Siles, pada hari yang sama. Meski mampu unggul penguasaan bola, mereka takluk dengan skor tipis 1-2.

Marcelo Martins memang sempat membawa La Verde unggul lebih dulu. Tapi, La Albiceleste mampu membalas lewat aksi Lautaro Martinez dan Joaquin Correa, yang memanfaatkan hasil umpan kombinasi Lionel Messi dan Lautaro Martinez.

Dalam laga ini, Lionel Messi memang jadi sorotan bersama Lautaro Martinez. Kombinasi keduanya memang semakin padu, dan menginspirasi permainan Tim Tango.

Bolivia Vs Argentina (Tribunnews.com)
Bolivia Vs Argentina (Tribunnews.com)
Tapi, Si Kutu juga jadi sorotan, karena sempat bersitegang dengan Marcelo Martins di penghujung laga. Untunglah, insiden ini tak sampai menimbulkan kericuhan lebih jauh.

Hasil ini menjadi kemenangan pertama Argentina di La Paz sejak kualifikasi Piala Dunia 2006. Kala itu, Javier Zanetti dkk menang 2-1, dengan Lionel Scaloni (pelatih Timnas Argentina saat ini) ikut ambil bagian.

Meski tampak tak biasa, faktor geografis Quito dan La Paz terbukti menjadi satu keunikan sepak bola Amerika Latin. Faktor alam ini juga selalu diwaspadai lawan, dan terbukti tetap ampuh, meski stadion kosong melompong.

Inilah salah satu faktor, mengapa wakil dari Amerika Latin selalu bisa berbicara banyak di Piala Dunia.

Meski hanya terdiri dari 10 negara, gairah sepak bola dan faktor nonteknis, termasuk kondisi geografis, ternyata menjadi medium sempurna, untuk menempa pemain dan tim. Inilah mengapa, selalu muncul talenta hebat dari Amerika Latin di tiap generasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun