Baru perkara instruksi satu kata atau hal sederhana saja sudah kacau, apalagi membaca kitab perundang-undangan setebal 900 halaman, mungkin kepala sudah berasap seperti lokomotif uap.
Jadi, daripada membuat saran kontraproduktif seperti ini, akan lebih baik, jika kita mulai menanamkan dan memperkuat budaya baca. Memang pahit, tapi mengakui kekurangan di awal selalu jauh lebih baik, daripada mengakuinya di akhir.
Siapa tahu, dari situlah cara lebih cerdas dalam berpendapat bisa ikut dibudayakan, misalnya dengan menulis. Ini jelas lebih baik, daripada berdebat kusir atau melakukan aksi demo menjurus anarkis, karena sifatnya lebih konstruktif.
Di sisi lain, pemerintah dan pihak terkait seharusnya lebih arif di masa depan, jika membuat keputusan penting seperti ini. Jangan sampai kegaduhan selalu mendahului klarifikasi, tapi dahulukan sosialisasi dan koreksi, sebelum akhirnya menghasilkan konklusi.
Ini penting, terutama dalam masa krisis akibat pandemi seperti sekarang. Dimana, negara seharusnya benar-benar hadir, dengan menjamin rasa aman dan tenang buat warganya, bukan malah rajin membuat kegaduhan dan kekhawatiran.