Pernah sekali waktu aku menyesali semuanya. Aku memilih diam, menjauh dari keramaian. Aku tak peduli dengan dunia luar, karena semua terlihat menjijikkan.
Banyak yang pamer dalam balutan ucapan syukur. Apa saja, mulai dari pasangan, pencapaian, sampai liburan.
Tapi, aku bersyukur, masa-masa "menyepi" itu, kesunyian seolah menjadi mata, yang memproyeksikan semuanya dari sisi lain.
Di sini, aku dan mereka yang senasib, seolah berkumpul jadi satu. Ya, inilah kami yang terlihat sering kurang beruntung karena keberadaan mereka
Mungkin, semua terlihat mudah buat mereka. Tapi, kehadiran mereka, dengan segala masalahnya, adalah harga setimpal, yang wajib dibayar orang tua mereka.
Ada banyak kemudahan tanpa beban buat mereka, tapi menjadi beban buat orang tua mereka. Biayanya? Jangan bayangkan, demi kesehatanmu.
Ini merepotkan buat mereka yang harus berjuang karena keadaan, tapi, kami akan selalu berusaha memastikan, orang tua kami tak berbeban berat. Orang tua sudah kerepotan, menambah bebannya hanya akan mempersulit keadaan.
Tak peduli walau harus hidup seadanya, selama semua bisa ditangani sendiri, selama masih bisa berusaha, semua pasti baik-baik saja.
Ini memang terdengar naif, tapi keadaan telah membuktikan. Dalam masa pagebluk ini, banyak dari mereka yang bisnisnya gulung tikar, atau terancam tumbang.
Bukan kejutan lagi, kalau mereka lalu merengek minta modal ke orang tua, untuk membuat bisnis baru. Jangan tanya seperti apa tanggung jawab mereka, karena untuk perkara lebih mudah saja mereka sudah terbukti lalai.
Di negeri ajaib ini, uang memang bisa membeli gelar, tapi uang tak akan bisa membeli semua proses dan perjuangan yang harus dijalani.