Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Terulangnya Sebuah Kebiasaan Lama

2 Oktober 2020   17:18 Diperbarui: 2 Oktober 2020   17:23 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Letak negara Vanuatu (dalam kotak) (Sumber gambar: Detik.com)

Viralnya video komentar diplomat Indonesia kepada diplomat Vanuatu, terkait masalah Papua di forum PBB baru-baru ini, sukses membuat warganet kita bertindak.

Kali ini, warganet kita beramai-ramai menyerbu akun media sosial pemerintah Vanuatu, dengan berbagai macam komentar, Tindakan ini menjadi aksi balasan, karena Vanuatu sudah dianggap merisak kedaulatan negara.

Benar, masalah Papua memang menjadi urusan domestik Tanah Air, tapi melakukan aksi "serbuan" di dunia maya tetap tak bisa dibenarkan.

Saya tak bermaksud untuk membela Vanuatu atau semacamnya. Tindakan warganet kita kali ini sedikit banyak sudah membuat risih, karena terkesan kekanak-kanakan.

Seharusnya, mereka tahu bagaimana harus bersikap. Masalah omongan diplomat Vanuatu di forum diplomasi internasional, sudah dibayar lunas oleh diplomat kita di forum yang sama.

Jadi, masalah ini sebetulnya sudah selesai. Tapi, warganet kita sudah terlanjur tak bisa menahan diri. Apa boleh buat, masalah jadi berkepanjangan.

Memang, aksi "serangan online" ini menampilkan rasa bela negara cukup kuat. Sayang, caranya salah, karena justru menciptakan kegaduhan baru.

Padahal kita tahu, andai kita sampai dapat image jelek, kita akan mendapat malu, sementara kalau Vanuatu mengaku "kalah", kita tak akan dapat nama.

Alih-alih merasa bangga, saya justru merasa malu, karena aksi ini terlihat seperti tindak persekusi. Vanuatu hanya negara kecil di Lautan Teduh yang lebih lemah dari kita.

Apa yang dilakukan pasukan warganet kita kali ini, justru menampilkan satu sisi muram kebhinekaan kita; masih ada persekusi oknum tertentu terhadap kaum lemah, baik dari sisi agama atau yang lainnya.

Seharusnya, ini cukup ada di dalam negeri, jangan dibawa keluar. Akan sangat memalukan jika seluruh dunia tahu. Masalah di negeri sendiri saja belum beres, kenapa malah merecoki negara lain?

Menariknya, "drama menghina online", yang melibatkan warganet kita dan Vanuatu, seolah kembali menegaskan, betapa kritisnya warganet Indonesia, terlepas dari sikapnya yang reaksional. 

Cara ini sendiri sudah menjadi satu kebiasaan lama, yang terbukti cukup ampuh membuat siapapun jeri, dalam beberapa kesempatan.

Seharusnya, sikap semacam ini bisa lebih banyak digunakan untuk hal-hal konstruktif, daripada membuat kegaduhan. Kebetulan, negara sedang kebingungan menghadapi pandemi Corona, kenapa malah merisak media sosial negara lain?

Di era globalisasi ini, segala hal menjadi lintas batas, salah satunya berkat kehadiran internet di seluruh dunia. Tapi, kita perlu menggunakan dengan bijak, supaya kemudahan ini tak jadi bumerang di masa depan.

Karena, semua orang pasti bisa menggunakan produk kemajuan teknologi, tapi tak semuanya bisa menggunakan dengan bijak. Inilah tantangan terbesar kita, supaya manfaat ini tak berubah jadi mudarat.

Bisa?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun