Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Pilkada Saat Pandemi, Buat Apa?

23 September 2020   20:41 Diperbarui: 23 September 2020   20:42 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada masa pandemi seperti sekarang, pemerintah kembali memicu kegaduhan, dengan membuat satu kebijakan kontradiktif, setelah menunda penyelenggaraan Pilkades, tapi tetap akan mengadakan Pilkada pada bulan Desember mendatang.

Jika meminjam istilah ABG, tentunya kita bisa langsung menyimpulkan, pemerintah "tidak peka", karena memilih untuk mendahulukan kepentingan politik dibandingkan keselamatan bersama.

Walaupun ada "protokol kesehatan" (atau apapun sebutannya), mengadakan Pilkada pada saat ini adalah keputusan ceroboh. Acara arisan kampung dan kerja di kantor saja bisa jadi klaster penularan virus Corona, apalagi Pilkada.

Bukan apa-apa, tingkat penularan virus Corona di Indonesia masih relatif tinggi. Ditambah lagi, sebagian masyarakat kita masih ada saja yang suka membandel, belum ada budaya tertib yang cukup kuat.

Kalau aturannya tegas saja masih banyak yang dilanggar, apalagi ada celah kelonggaran seperti itu. Virus Corona akan tersenyum melihat ini.

Kita tentu mafhum, bagaimana kebiasaan saat Pilkada, pasti ada keramaian, ada kumpulan massa, ada konvoi. Kalaupun ada protokol kesehatan atau apapun namanya, selama mindset nya masih "peraturan dibuat untuk dilanggar", sama saja bohong.

Bagaimana jika itu jadi klaster Corona?
Bagaimana jika terjadi lonjakan kasus penderita baru virus Corona?

Oke, untuk saat ini, memang ada alternatif lain dalam wujud kampanye virtual. Ospek saja bisa virtual, kenapa kampanye tidak?

Tapi, yang jadi masalah adalah, tidak semua daerah punya sinyal koneksi internet yang baik. Masih banyak juga orang di negeri ini, yang jangankan punya gadget, cari makan sehari-hari saja sudah setengah mati.

Belum lagi, jika ternyata ada kontestan Pilkada yang gaptek. Bukannya mempermudah, teknologi malah akan mempersulit. Jadi, dalam situasi seperti sekarang, Pilkada bukan sesuatu yang harus disegerakan, karena seharusnya bisa diselenggarakan lain waktu.

Akan keterlaluan, jika ternyata pemerintah masih bersikukuh ingin mengadakan Pilkada dalam situasi seperti ini. Apalagi, jika masyarakat  yang disalahkan, padahal mereka hanya mengikuti contoh dari atas, seperti kata pepatah "guru kencing berdiri, murid kencing berlari".

Jadi, daripada membuat keputusan ceroboh seperti ini, akan lebih baik, jika Pilkada ditunda, setidaknya sampai situasi relatif aman terkendali. Seharusnya, ini bukan pilihan sulit.

Akan lebih baik, jika pemerintah menunda dulu Pilkada tahun ini, dan mengalihkan anggaran Pilkada untuk mendukung perekonomian nasional. Apalagi, negara saat ini sudah berada di ambang resesi (atau malah sudah mulai memasukinya).

Di sini, pemerintah seharusnya berpikir bijak dan lebih mengutamakan keselamatan bersama, ketimbang membuat kegaduhan hanya demi kepentingan segelintir pihak. Untuk itulah negara seharusnya hadir, apalagi dalam situasi sulit seperti sekarang.

Apalah artinya Pilkada, jika dibanding dengan nyawa manusia?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun