Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Panggung Suram Le Classique

14 September 2020   13:20 Diperbarui: 14 September 2020   13:32 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana laga Le Classique (Kompas.com)

Meski terus menyerang, PSG akhirnya dipaksa kalah 0-1 atas juara Liga Champions musim 1992/1993. Ini menjadi awal buruk PSG, setelah di pekan perdana takluk 0-1 atas Lens.

Kekalahan di Le Classique semakin tak mengenakkan, karena di masa injury time, justru terjadi kericuhan antarpemain. Berawal dari dikartumerahnya Dario Benedetto dan Leandro Paredes, keributan kian menjadi, dan menjadi penutup suram laga klasik ini.

Insiden itu mempertegas kerasnya laga, yang memang sudah intens sejak menit awal. Total, wasit mengeluarkan 14 kartu kuning yang ditambah lima kartu merah di injury-time babak kedua.

Rinciannya, PSG kehilangan Layvin Kurzawa, Neymar  dan Leandro Paredes, sementara pemain Marseille yang diusir adalah Jordan Amavi dan Dario Benedetto.

Memang, ini adalah laga big match, tapi keributan yang terjadi benar-benar merusak. Alih-alih menjaga emosi, justru emosi yang dikedepankan.

Apalagi, sikap kurang terpuji ini juga dilakukan pemain termahal dunia, dan tim bertabur bintang, yang belum lama ini menembus final Liga Champions. Jelas, ini perseden kurang baik.

Terlepas dari kekurangan yang mungkin dibuat wasit, atau provokasi pemain lawan, sumbu pendek pemain PSG ini rawan dieksploitasi lawan. Jika tabiat buruk ini dilanjutkan, musim ini akan menjadi satu mimpi buruk buat mereka.

Sebagai sebuah tim, baik Marseille maupun PSG seharusnya malu, karena mereka sudah memberi contoh buruk buat suporter. Lebih memalukannya lagi, Le Classique kali ini mendunia, bukan karena aksi ciamik para pemain di lapangan, tapi karena aksi tawuran antarpemain dan hujan kartu dari wasit.

Di sisi lain, kericuhan antarpemain di Le Classique membuktikan, tindakan anarkis bisa saja terjadi di sepak bola, bahkan saat stadion hanya diisi sedikit penonton. Jika meminjam quote Bang Napi, ini terjadi bukan hanya karena ada niat dari pelakunya, tapi juga karena ada kesempatan.

Memalukan!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun