Setelahnya, karier Baisinho perlahan menurun, tapi karena faktor usia. Kini, ia lebih aktif sebagai politisi di Brasil.
Pada masa lalu, ada Mane Garrincha alias Garrincha, yang terkenal gemar berpesta dan gemar gonta-ganti pasangan. Akibatnya, meski berstatus juara dunia 1958 dan 1962, hidupnya lekat dengan masalah pribadi dan finansial.
Atas prestasinya itu, namanya diabadikan sebagai nama stadion di kota Brasilia. Estadio Mane Garrincha sendiri merupakan salah satu venue Piala Dunia 2014 dan Olimpiade 2016.
Untuk kasus kedua, nama Ronaldo dan Ronaldinho menjadi contoh paling populer. Meski sama-sama punya skill individu aduhai, dan meraih berbagai trofi, termasuk Piala Dunia 2002 bersama Selecao karir mereka sama-sama redup sebelum waktunya.
Bedanya, jika Ronaldinho meredup hanya akibat kegemarannya berpesta, Ronaldo melengkapinya dengan masalah kegemukan dan cedera. Mereka sama-sama mencapai awal titik redup, sebelum berusia 30 tahun.
Memang, masih ada contoh yang relatif lebih "lurus" seperti Kaka atau Rivaldo, tapi sosok-sosok pesepakbola flamboyan memang sudah lekat dengan negeri Samba, karena sisi lain dari "ginga" ini. Mereka terentang sejak era Garrincha (1950-1960an) sampai Neymar saat ini.
Di sisi lain, ini menjadi satu tantangan utama bagi pelatih, untuk bisa memaksimalkan kemampuan terbaik si pemain, tanpa harus membuatnya kehilangan rasa gembira dalam bermain. Supaya, kebiasaan buruknya tak menjadi beban bagi tim.
Menariknya, keberadaan ginga, dengan segala hitam putihnya menunjukkan, pentingnya menjaga keseimbangan, termasuk dalam bergembira. Jika tidak, kegembiraan ini hanya akan merusak diri sendiri dan tim.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H