Sebagai pembuka, izinkan saya menjelaskan, ini adalah hasil dari refleksi dan pengalaman pribadi. Setiap orang tentu punya cerita sendiri-sendiri, yang pasti tidak sama persis.
Seiring masih belum pulihnya kondisi perekonomian akibat imbas pandemi COVID-19, bekerja freelance adalah salah satu alternatif menambah penghasilan, atau setidaknya menjaga dapur tetap "ngebul". Salah satu pekerjaan freelance itu adalah menulis.
Sekilas, menjadi penulis freelance terlihat mudah. Cukup merangkai kata dan rajin membuat artikel, pundi-pundi bisa datang dengan sendirinya. Benarkah selalu demikian?
Sebetulnya tidak juga. Ini hanya salah kaprah. Menulis secara freelance adalah satu pekerjaan cukup rumit. Bukan hanya karena soal merangkai kata, tapi karena kompleksitas di dalamnya.
Bagi penulis yang menjadi pekerja freelance di perusahaan, mereka memang punya gaji dan bonus. Tapi, mereka akan selalu berkejaran dengan "deadline", dan tekanan untuk selalu menghasilkan tulisan tematik terbaik.
Lalu, apa penulis freelance lepas akan lebih nyaman? Tidak juga, karena situasinya juga tak kalah rumit.
Benar, mereka bebas dari tekanan tinggi khas perusahaan. Masalahnya, tekanan itu ada, dalam wujud "ancaman" keadaan. Jika tak menulis, tak ada pemasukan. Kalau ide buntu? Wassalam.
Soal nilai pemasukannya, ketidakpastian sudah menanti, karena semua tergantung jumlah klik, nilai monetisasi per klik, dan faktor-faktor di luar kendali lainnya. Pendek kata, ini seperti sebuah perjudian, karena tulisan berkualitas yang punya indeks kata kunci populer pun kadang bisa sepi pengunjung.
Jangan lupa, minat baca di negeri ini masih belum tinggi. Terbayang kan, seberapa susahnya membuat orang yang enggan jadi mau membaca?
Jadi, jangan harap nilainya bisa dipatok seenaknya dengan harga mahal, atau sesuai harapan penulisnya. Ini juga berlaku untuk para penulis freelance yang sudah "punya nama", karena mereka tetap harus menjaga produktivitas supaya bisa tetap eksis.
Bagian paling "horor" adalah, para penulis freelance harus siap berusaha keras dalam berbagai hal. Mulai dari mengasah kemampuan, membangun konsistensi, audiens dan image positif, sampai mendapati modal minus karena besar pasak daripada tiang.
Benar, menjadi penulis freelance memang tidak semudah itu, Ferguso! Andai bisa sebegitu mudah, semua orang pasti akan berbondong-bondong menjadi penulis freelance.
Meski begitu, inilah poin krusial yang akan menempa diri seorang penulis, baik secara personal maupun teknis. Jika mampu membangun image positif dan audiensnya sendiri, mereka akan berusaha menjaga sebaik mungkin, sambil terus berkembang.
Menariknya, di sinilah letak titik penyeimbang antara dua sisi berlawanan dalam menulis secara freelance. Meski kadang terlihat remeh, menulis secara freelance lebih dari sebatas merangkai kata.
Ada beragam kompleksitas dan kesulitan yang harus dihadapi, karena ini akan menjadi "Kawah Candradimuka" penghasil penulis tulisan hebat. Inilah yang akan membuat nilai sebuah tulisan dan seorang penulis layak dihargai tinggi, karena ia mau menghargai proses.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H