Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Akhir Sebuah Penantian Panjang

26 Juni 2020   10:46 Diperbarui: 30 Juni 2020   13:33 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Juara. Inilah prestasi yang dicapai Liverpool di Liga Inggris musim 2019/2020. Status ini resmi diraih Liverpool, setelah kemenangan 4-0 Mohammad Salah dkk atas Crystal Palace di Anfield, Kamis (25/6), justru direspon Manchester City dengan kekalahan 1-2 di markas Chelsea.

Kekalahan City didapat, setelah gol-gol Christian Pulisic dan Willian hanya mampu dibalas satu gol Kevin De Bruyne. Sebetulnya, masih ada 7 pertandingan tersisa, tapi berhubung jarak poin Liverpool (nilai 86) dan City (63) adalah 23 poin, secara matematis poin Liverpool sudah tidak bisa dikejar lagi. Inilah rekor baru di Liga Inggris era modern.

Selain mengakhiri puasa gelar juara liga sejak 1990, gelar juara ke 19 sepanjang sejarah Liverpool ini diraih dengan performa ciamik. Dari 31 pertandingan yang sudah dijalani, Jordan Henderson cs hanya mencatat dua hasil imbang (0-0 Vs Everton dan 1-1 di markas Manchester United) dan satu kekalahan (0-3 atas Watford), selebihnya, sapu bersih.

Sebagai seorang Kopites, gelar juara kali ini mungkin menjadi sesuatu yang "baru" dan "lain dari yang lain", seperti halnya Piala Dunia Antarklub, yang pertama kali didapat Liverpool akhir tahun 2019 silam. Mungkin, Liga Inggris tidak seprestisius Liga Champions, yang uniknya sudah diraih Liverpool 2 kali di era modern (2005 dan 2019).

Tapi, panjangnya masa penantian Liverpool di Liga Inggris, menjadi satu hal yang unik. Karena, pada prosesnya Si Merah banyak mengalami naik turun. Tragisnya, setiap kali punya peluang juara liga cukup besar, Liverpool selalu bernasib apes, seperti yang terjadi di musim 2008/2009, 2013/2014 dan 2018/2019.

Selalu saja ada halangan, mulai dari kehilangan poin di periode krusial, tragedi "terpeleset" nya Steven Gerrard, sampai clearance krusial John Stones di garis gawang. Apa boleh buat, Liverpool seperti sedang lekat dengan nasib apes di liga, padahal gelar juara di ajang lain dapat diraih, termasuk Liga Champions, yang banyak didambakan klub raksasa Eropa, karena dianggap sebagai titik puncak kesuksesan, terutama jika sudah mendominasi di liga domestik.

Tapi, kedatangan Juergen Klopp tahun 2015  mampu membuat peruntungan Liverpool berubah. Di bawah Klopp, Liverpool menjadi tim yang terus berkembang. Uniknya, Klopp justru menjadikan kekalahan di momen penting, sebagai titik awal pelecut semangat tim.

Titik awalnya terjadi di final Liga Europa musim 2015/2016, saat kalah 1-3 dari Sevilla. Kekalahan ini membuat Liverpool gagal lolos ke liga Champions musim berikutnya. Tapi, grafik performa mereka di liga domestik meningkat, dan mampu lolos ke Liga Champions, setelah finis di posisi empat besar.

Setelahnya, Liverpool mampu membuat kejutan, dengan langsung lolos ke final Liga Champions musim 2017/2018. Sialnya, tragedi cedera bahu Mohamed Salah, dan blunder ganda Loris Karius memaksa Liverpool takluk 1-3 atas Real Madrid.

Tapi, kekalahan ini justru menjadi pelecut berikutnya buat Liverpool. Di musim berikutnya, selain mendatangkan pemain baru macam Allison dan Fabinho, Liverpool juga mampu menaikkan level.

Di liga domestik, Sadio Mane dkk naik kelas, dari yang sebelumnya menjadi "pesaing di posisi empat besar" menjadi "penantang serius" Manchester City yang sedang digdaya bersama Pep Guardiola. Hasilnya, City yang di musim sebelumnya bak menempuh jalan tol, mampu dibuat ketar-ketir sampai pekan terakhir kompetisi.

Meski masih belum beruntung di Liga Inggris, Liverpool tetap mampu menciptakan "happy ending", setelah meraih trofi Liga Champions musim 2018/2019 di Madrid. Pada prosesnya, sebelum menang 2-0 atas Tottenham di final, Liverpool mampu membuat "comeback" sensasional, setelah menang agregat 4-3 atas Barcelona di semifinal. Sebuah peningkatan luar biasa, untuk ukuran tim yang tahun sebelumnya kalah secara mengenaskan.

Di musim 2019/2020, kekalahan kembali menjadi pelecut semangat Liverpool. Kali ini, momen itu terjadi di laga Community Shield versus Manchester City, saat Roberto Firmino dkk kalah adu penalti.

Secara luar biasa, Liverpool mampu merespon kekalahan ini, dengan memanen banyak kemenangan di liga domestik. Tak hanya menang secara skor, mereka juga menampilkan keunggulan mental, dengan beberapa kali membuat "comeback" di menit akhir, meraih trofi Piala Super Eropa, dan Piala Dunia Antarklub.

Meski sempat agak limbung, saat disingkirkan Atletico Madrid dan kalah 0-3 atas Watford, kematangan mental Liverpool tetap terjaga, bahkan saat nasib kelanjutan Liga Inggris masih belum jelas, akibat imbas pandemi COVID-19. Mereka tetap menjaga fokus, sehingga saat kompetisi kembali bergulir, mereka tahu yang harus dilakukan: terus meraih poin, dan ini akan memaksa City berada dalam tekanan besar.

Bisa dibilang, trofi juara Liga Inggris yang diraih Liverpool ini, adalah satu hasil peningkatan berikutnya bersama Klopp, setelah melalui berbagai tahap peningkatan. Memang, masih ada banyak hal yang perlu dipersiapkan dan dibenahi, karena tantangan setelah ini akan semakin besar. 

Seidaknya untuk saat ini, Liverpool punya satu alasan, untuk bergembira sejenak bersama Kopites, meski suasananya agak berbeda karena virus Corona. Secara pribadi, saya juga berterima kasih kepada Liverpool, karena mereka sudah membuktikan, "indah pada waktunya" bukan sebatas kata-kata pemanis belaka.


Congrats Reds, You'll Never Win Alone.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun