Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menyambut PSBB Transisi

4 Juni 2020   20:10 Diperbarui: 4 Juni 2020   22:32 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada Kamis (4/6), Pemerintah Provinsi DKI Jakarta merilis kebijakan PSBB Transisi Fase Pertama, seiring berakhirnya masa berlaku kebijakan PSBB tahap ketiga. Tidak seperti PSBB, yang masa berlakunya dua pekan, kebijakan PSBB Transisi berlaku sejak tanggal 5-28 Juni 2020, atau kurang lebih tiga pekan.

Tapi, seperti pendahulunya, kebijakan PSBB Transisi bersifat tentatif, dan bisa diperpanjang hingga dua kali. Dalam artian, ia bisa saja berlanjut, jika hasil evaluasi di akhir periode memang mengharuskan demikian.

Untuk PSBB Transisi Fase Pertama, evaluasi akan dilakukan pada akhir bulan Juni. Sebagai bentuk antisipasi, disertakan juga kebijakan "rem darurat", jika muncul situasi tak terduga.

Secara umum, meskipun tidak langsung dimulai secara serentak di seluruh sektor, PSBB Transisi Fase Pertama baru memberi batas maksimal 50% dari total kapasitas, pada tempat ibadah, area perkantoran atau usaha, tempat rekreasi, dan sektor transportasi. Satu-satunya yang diizinkan beroperasi penuh adalah transportasi ojek, tepatnya mulai tanggal 8 Juni mendatang.

Jika melihat ketentuan di atas, dan situasi yang masih serba belum pasti, kebijakan ini terlihat seperti "relaksasi PSBB", karena hampir semua bidang yang disebut masih "setengah bangun" dibanding biasanya. Dengan takaran ini, wajar jika PSBB kali ini disebut sebagai PSBB Transisi.

Memang, ada sejumlah protokol kesehatan yang dijabarkan dalam kebijakan ini. Tapi, jujur saja, saya agak meragukan, apakah kebijakan ini bisa diterapkan secara konsisten, tanpa kompromi, atau sama seperti yang sudah-sudah.

Keraguan ini muncul, karena pada masa PSBB saja, aturan yang berlaku terlihat ompong saat diterapkan. Masih ada begitu banyak orang, yang bisa mudik dan berbelanja saat lebaran dengan leluasa. Bahkan, banyak orang datang berduyun-duyun ke McDonald's Sarinah, saat gerai restoran cepat saji itu menjalani hari terakhirnya.

Padahal, aturan yang ada tak memberikan kelonggaran sama sekali. Nyatanya, aturan ini masih bisa diakali, dengan memanfaatkan celah aturan yang ada. Kebetulan, ini adalah satu keahlian yang pada dasarnya cukup membudaya di masyarakat kita.

Maka, ketika kelonggaran seperti pada masa PSBB Transisi diberikan, kekhawatiran tetap saja ada. Apalagi, sikap tertib di negara kita masih belum membudaya, seperti di Jepang atau Korea Selatan.

Jadi, penting bagi semua pihak terkait, untuk menanamkan kesadaran, sekaligus mengedukasi masyarakat, untuk mentaati peraturan. Kebetulan, momentumnya sedang tepat, karena pandemi Corona berkaitan dengan urusan nyawa manusia. Jangan sampai, kebijakan "rem darurat" diberlakukan, hanya karena ketidaktertiban.

Paling tidak, dengan demikian, seseorang bisa ikut membantu menjaga keselamatan bersama, dimulai dari dirinya sendiri. Dari sinilah, semua aturan yang ada akan efektif. Otomatis, tahap-tahap kebijakan pemulihan kondisi akan lebih pendek, dan situasi bisa segera stabil.

Semoga kita bisa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun