Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Semua Akan Bayern pada Waktunya

31 Mei 2020   17:29 Diperbarui: 1 Juni 2020   21:04 1117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Judul di atas adalah sebuah anekdot, yang menyindir kebiasaan Bayern Munich, klub raksasa Jerman, dalam hal berbelanja pemain. Anekdot ini sendiri, juga menjadi sebuah fenomena biasa, khususnya di Bundesliga Jerman.

Seperti diketahui, di antara liga-liga top Eropa, Bundesliga Jerman menampilkan sebuah paradoks, menarik sekaligus membosankan.

Menarik, karena Bundesliga rajin memproduksi pemain muda berbakat. Membosankan, karena liga ini terlalu didominasi oleh satu klub, yakni Bayern Munich.

Sebagai informasi, The Bavarians merupakan tim juara Bundesliga Jerman sejak musim 2012/2013. Mereka juga berpeluang juara lagi musim 2019/2020, setelah tampil impresif sejak Bundesliga kembali bergulir pasca pandemi COVID-19, dengan salah satunya membekuk Borussia Dortmund 1-0 di Stadion Signal Iduna Park.

Melihat catatan ini, maka wajar jika Bundesliga terlihat sangat membosankan, meskipun Timnas Jerman mampu konsisten bersaing di level atas. Seperti diketahui, Tim nasional merupakan hasil akhir dari kompetisi dan sistem pembinaan pemain muda yang berkualitas.

Tentunya agak aneh jika melihat sebuah kompetisi yang "membosankan" bisa menghasilkan Timnas tangguh. Tapi, sebenarnya ini tergolong biasa, karena sistem pembinaan pemain muda yang ada memang sudah bagus.

Di liga-liga top Eropa, ini memang sudah jadi pemandangan rutin. Selain Jerman, Ligue 1 Prancis dan La Liga Spanyol juga terlalu didominasi tim tertentu. PSG memonopoli Liga Prancis hampir sedekade terakhir, sementara Real Madrid dan Barcelona mendominasi La Liga sejak lama. Tapi, Timnas negara masing-masing tetap tangguh, bahkan mampu meraih trofi Piala Dunia.

Kembali ke Bayern, mereka menjadi satu tim yang kelewat dominan di Bundesliga, karena memang terbiasa menerapkan satu kebiasaan klasik: memperkuat tim dengan melemahkan tim rival. Terutama, pada tim yang sukses menjadi juara liga, atau menjadi lawan terkuat di liga domestik.

Kebiasaan ini bisa kita lihat pada dua dekade terakhir, terutama sejak reunifikasi Jerman, dengan Borussia Dortmund, Werder Bremen, dan Stuttgart sebagai "korban" paling terkenal. Selain itu, ada juga Bayer Leverkusen, yang turut menjadi korban lain, meski kerap menjadi "Runner up" Bundesliga.

Dari tim-tim yang saya sebutkan di atas, Borussia Dortmund menjadi tim paling apes. Mereka dua kali digembosi Bayern, yakni di penghujung era 1990-an dan paruh awal dekade 2010-an. Keduanya sama-sama terjadi, saat Dortmund sedang bersinar di Bundesliga Jerman dan Liga Champions.

Pada kesempatan pertama, Bayern membajak Ottmar Hitzfeld, pelatih yang sukses membawa Si Kuning Hitam juara Liga Champions musim 1996/1997. Bersama Hitzfeld, Bayern sukses mendominasi Bundesliga dan meraih gelar juara Liga Champions musim 2000/2001.

Hanya saja, pembajakan ini tidak dilakukan secara langsung. Kala itu, Hitzfeld dalam posisi belum lama hengkang dari posisi direktur teknik Borussia Dortmund di pertengahan musim 1997/1998, setelah berselisih dengan manajemen klub.

Kesempatan kedua, bisa dibilang menjadi kasus paling terang-terangan. Kala itu, Bayern secara beruntun "membajak" Mario Gotze, Mats Hummels, dan Robert Lewandowski, dari tim yang meraih dua gelar Bundesliga dan mencapai final Liga Champions musim 2012/2013 bersama Juergen Klopp.

Dari ketiganya, hanya Lewandowski yang masih bertahan di Bayern, karena Gotze dan Hummels belakangan pulang ke Dortmund.

Kasus "pembajakan" lainnya, juga dialami Werder Bremen, dalam dua kesempatan, masing-masing pada paruh pertama era 1990-an dan paruh pertama dekade 2000-an. Modus pembajakannya cukup terang-terangan.

Pada kesempatan pertama, Werder Bremen sukses meraih trofi Bundesliga, DFB Pokal, dan Piala Winners UEFA, di bawah komando Otto Rehhagel, dengan pemain kunci Andreas Herzog dan Mario Basler. Ketiganya menyeberang ke Bayern tahun 1995.

Modus ini kembali diulang Bayern, segera setelah Werder Bremen meraih trofi Bundesliga dan DFB Pokal musim 2003/2004, di bawah arahan Thomas Schaaf.

Kala itu, Torsten Frings dan Miroslav Klose menyusul jejak Claudio Pizarro (Peru), yang sudah lebih dulu menyeberang ke Bayern.

Pizzaro sendiri kini sudah kembali berseragam Werder Bremen, setelah sempat membela FC Koln, Chelsea, dan sempat kembali ke Bayern.

Sementara itu, modus "penggembosan" Bayern Munich di Stuttgart jauh lebih halus. Mereka tak langsung membajak pemain bintang Stuttgart, segera setelah mereka juara Bundesliga musim 2006/2007. Mereka menunggu tim ini menurun dengan sendirinya, sebelum akhirnya memboyong Mario Gomez, bintang utama Stuttgart saat itu, tahun 2009.

Dari semua kasus pembajakan yang dilakukan Bayern Munich ini, "penggembosan" pada tim Bayer Leverkusen di awal era 2000-an mungkin tergolong anomali. Maklum, dalam rentang waktu 1997-2002, Die Werkself adalah tim spesialis "Runner up". Saking seringnya menjadi "juara dua", tim ini sampai dijuluki "Neverkusen".

Di Bundesliga, Michael Ballack cs empat kali menjadi "Runner up". Di ajang DFB Pokal dan Liga Champions, mereka mencapainya di musim 2001/2002, bersamaan dengan capaian "Runner up" di Bundesliga. Capaian fenomenal namun tragis ini banyak diingat sebagai "Treble Horror".

Meski begitu, tetap saja Bayern bergerak membajak tiga pilar kunci tim "spesialis nyaris" ini. Mereka adalah Michael Ballack, Lucio, dan Jose "Ze" Roberto. Dari ketiganya, hanya Lucio yang akhirnya benar-benar meraih treble, saat bersama Inter Milan musim 2009/2010.

Seiring makin dominannya Bayern dalam beberapa tahun terakhir, pola rekrutmen mereka pun berubah. Dari awalnya menggembosi lawan secara langsung, segera setelah juara, mereka kini memilah-milah pemain Bundesliga dengan kualitas di atas rata-rata, yang dipadukan dengan pemain berkualitas dari akademi atau hasil pantauan dari liga lain. Mereka didatangkan untuk melengkapi komposisi tim yang sudah ada, seperti Joshua Kimmich, Thomas Mueller, dan Manuel Neuer.

Maka, wajarlah jika pemain macam Serge Gnabry (dibeli dari Werder Bremen), Benjamin Pavard (Stuttgart), Niklas Sule (Hoffenheim), Leon Goretzka Schalke 04), bisa berpadu padan dengan pemain jadi Ivan Perisic (dipinjam dari Inter Milan), Coutinho (dipinjam dari Barcelona), Theo Hernandez (dari Atletico Madrid) atau pemain muda berbakat macam Alphonso Davies (Kanada) dan Joshua Zirkzee.

Bayern sendiri memang masih cukup menarik bagi pemain, terutama dari Bundesliga Jerman, atau yang ingin tampil rutin di Liga Champions.

Selain karena "relatif mudah" meraih trofi domestik, Bayern juga kerap melaju jauh di Eropa, dengan lima kali menjadi juara Liga Champions. Inilah daya tarik yang kadang sulit ditolak.

Secara spesifik, bagi pemain dari Jerman, Bayern Munich seperti sebuah garansi peluang masuk timnas Jerman. Sebagai tim Jerman tersukses, wajar jika Bayern masih menjadi patokan.

Maklum, mereka masih konsisten menjadi tim representasi Jerman di Eropa, berkat sejarah panjang yang mereka punya. Jadi, tak mengherankan jika bintang muda Jerman macam Kai Havertz dan Leroy Sane belakangan dikaitkan dengan Bayern.

Untuk saat ini, mungkin semua terlihat membosankan, karena Bayern seperti bertarung tanpa lawan di Bundesliga. Tapi, jika suatu saat muncul lawan kuat, bukan hal mengejutkan jika mereka anjlok, segera setelah berjaya, karena semua akan Bayern pada waktunya, terutama di Bundesliga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun