Dalam beberapa waktu terakhir, pandemi COVID-19 sukses menghasilkan sejumlah efek domino, akibat diberlakukannya kebijakan "social distancing" dan "work from home". Mulai dari terhentinya aktivitas perkuliahan, sekolah, sampai adanya fenomena "mudik sebelum waktunya" di sejumlah daerah.
Untuk fenomena yang disebut terakhir, kebanyakan dialami para pekerja yang merantau ke ibukota, entah pekerja harian, maupun pekerja kantoran bergaji tetap.
Maklum, aktivitas sehari-hari banyak yang berhenti, sementara pemasukan tersendat. Padahal, biaya hidup tetap tinggi seperti biasa. Tak heran, mudik menjadi satu opsi favorit.
Saya sendiri sempat diminta orang tua untuk mudik ke Yogyakarta. Tapi, setelah melalui berbagai pertimbangan, saya memutuskan untuk bertahan di Jakarta.
Selain biaya, pertimbangan lain yang turut menentukan antara lain berkaitan dengan tempat kost. Di Jakarta, mencari tempat kost sendirian bukan perkara mudah, apalagi dengan kondisi saya yang berkebutuhan khusus.
Otomatis, kamar kost tempat saya  tinggal, kini menjadi "kantor darurat", setidaknya sampai situasi dianggap sudah kembali kondusif.
Pada awalnya, ada sedikit rasa bingung, saat satu aktivitas yang biasa dilakukan, harus absen dilakukan. Dalam kasus saya, aktivitas ini adalah melintasi jalanan, tiap kali berangkat atau pulang kerja. Agak melelahkan, meski sebetulnya cukup menyenangkan.
Aktivitas ini biasa melengkapi rasa lelah saya, setiap hari kerja. Alhasil, saya hanya bisa sesekali menulis di akhir pekan, terutama jika tubuh tak sedang butuh waktu istirahat ekstra.
Tapi, seiring berjalannya waktu, kebingungan itu mulai teratasi, dengan munculnya ide-ide, yang kadang "menggoda" untuk segera dieksekusi ke dalam tulisan. Saya pun mulai mencoba mengakomodasinya, dengan cara membagi waktu antara kerja dan menulis.
Pertama, saya memberi waktu untuk urusan pekerjaan, antara pagi sampai sore hari. Setelahnya, antara sore sampai malam hari, menjadi waktu bebas saya, termasuk jika ingin menulis. Saya sendiri merasakan, menulis tak kalah menantang dengan olahraga fisik, karena butuh tenaga dan konsentrasi, disamping rasa senang, saat melakukannya.
Dalam situasi seperti sekarang, munculnya ide-ide yang dijadikan tulisan memang sukses mengisi kekosongan yang ditinggalkan oleh hilangnya mobilitas. Dengan kepribadian saya yang tergolong introvert, diam sendirian dalam waktu lama, seperti memberi "energi ekstra" buat menulis.
Selain untuk mengisi waktu luang, menulis merupakan satu kesempatan bagus untuk bersenang-senang melepas stres. Tentunya, dalam koridor batasan positif, karena jika kelewat batas bisa berdampak negatif, entah buat diri sendiri atau orang lain.
Dalam situasi serba tak menentu ini, kita jelas perlu melakukan hal positif yang menyenangkan, meski tanpa keluar rumah. Ini penting, untuk mengarahkan "kegabutan" ke arah positif, syukur-syukur konstruktif.
Menulis, hanya satu dari sekian banyak alternatif kegiatan yang bisa dilakukan. Jika gemar memasak, Anda bisa bebas bereksperimen di dapur. Jika gemar bermain musik, Anda bebas bermain, begitupun untuk kegemaran lainnya.
Yang penting, kita bisa tetap merasa gembira selama masa sulit ini, dan siap menghadapi segala kemungkinan yang ada. Jadi, saat nanti situasi sudah kembali kondusif, kita sudah jadi pribadi yang lebih baik, dibanding sebelum pandemi COVID-19 menyerang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H