Situasi ini sejalan dengan gairah sepak bola yang sedang berkembang di Burundi sejak tahun lalu. Saat itu Tim Burung Layang-layang sukses mencatat debut di Piala Afrika, dengan diperkuat Gael Bigirimana (eks pemain Newcastle United) dan Saido Berahino (eks pemain West Bromwich Albion). Meski akhirnya harus angkat koper di fase grup, capaian ini cukup bagus untuk ukuran negara yang dulunya akrab dengan gejolak politik dan kemiskinan.
Alasan hampir sama juga menjadi jawaban, mengapa Liga Nikaragua masih bergulir di tengah pandemi COVID-19. Dengan kompetisi reguler tinggal menyisakan empat laga, plus play-off babak semifinal-final dan degradasi, federasi sepakbola setempat melihat tak ada salahnya kompetisi dituntaskan sesuai jadwal. Apalagi, seperti di Burundi, kasus terkonfirmasi COVID-19 di Nikaragua masih relatif rendah. Tak heran, pemerintah setempat tidak menganggapnya sebagai keadaan darurat.
Meski terlihat "melawan arus", cerita di empat negara, yang kebetulan juga beda benua ini, bisa menjadi potret secercah optimisme di tengah kecamuk pandemi. Meski begitu, optimisme itu tak boleh berlebihan, mengingat ancaman COVID-19 masih begitu nyata.
Menariknya, cerita dari keempat negara ini juga mengingatkan kita untuk tetap bersiap kembali ke kehidupan normal sebagai manusia. Karena, cepat atau lambat pandemi COVID-19 akan berakhir, dan kita harus kembali hidup seperti biasa, dalam kehidupan yang terus berjalan, apapun kondisinya, seperti penggalan lirik lagu "Ob-La-Di, Ob-La-Da"
Ob-la-di, ob-la-da, life goes on bra!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H