Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Laga Akbar Rasa Hambar

19 Desember 2019   17:35 Diperbarui: 19 Desember 2019   17:47 765
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Judul di atas adalah kesimpulan sederhana, dari pertandingan El Clasico, antara tuan rumah Barcelona vs Real Madrid, Kamis, (19/12, dinihari WIB). Dalam laga yang berlangsung di Stadion Nou Camp ini, kedua tim bermain imbang tanpa gol. Alhasil, kedua tim sama-sama mengantongi 36 poin dari 17 laga, dengan Barca unggul selisih gol atas El Real.

Biasanya, El Clasico menyajikan pertarungan panas di lapangan, dengan bonus gol-gol berkelas. Maklum, Barca  diisi nama-nama beken macam Lionel Messi, Luis Suarez, dan Antoine Griezmann, sementara El Real kembali diasuh Zinedine Zidane, dengan diperkuat pemain macam Eden Hazard, Karim Benzema dan Gareth Bale.

Uniknya, jelang laga ini, kedua tim sama-sama punya top skorer sementara La Liga, dengan sama-sama mencetak selusin gol, yakni Lionel Messi dan Karim Benzema. Jadi, wajar jika banyak yang memprediksi keduanya akan saling berusaha mencetak gol di El Clasico.

Sayang, prediksi tinggal prediksi. Alih-alih menampilkan parade gol, laga El Clasico kali ini justru berakhir buntu, dengan kedua tim sama-sama punya masalah performa.

Di kubu tuan rumah, meski sedikit lebih unggul dalam penguasaan bola (52%) Barca kesulitan mengembangkan permainan, karena Messi dijaga ketat sepanjang pertandingan. Sementara itu, meski membuat total 17 tembakan (berbanding 9 milik Barca), El Real gagal menjebol gawang Marc Andre Ter Stegen.

Di sini, El Real masih belum kunjung menemukan sosok pencetak gol ulung sejak ditinggal Cristiano Ronaldo ke Juventus. Untuk saat ini, Benzema memang sedang subur, tapi ia terbukti masih belum mampu menjadi pembeda di laga sekelas El Clasico. Satu-satunya alasan El Real layak berbangga hanyalah mereka masih mencatat rekor belum pernah kalah dalam lima laga di Nou Camp bersama Zizou.

Momen mendebarkan di laga ini hanyalah saat Gareth Bale berhasil mencetak gol. Sayang, gol ini dianulir wasit karena offside. Inilah hasil imbang tanpa gol pertama di El Clasico sejak 17 tahun terakhir.

Praktis, satu-satunya ciri khas El Clasico yang tersaji kali ini hanya tensi tinggi yang memang biasa mewarnai. Terbukti, wasit menghadiahkan total 8 kartu kuning untuk kedua tim, 3 kartu kuning untuk Barca, dan 5 kartu kuning untuk El Real.

Tapi, jika melihat faktor nonteknis eksternal yang mengiringinya, rasa hambar di partai akbar ini terasa wajar. Maklum, menurut jadwal awal, El Clasico jilid satu sedianya digelar di bulan Oktober lalu.

Tapi, berhubung tensi ketegangan politik di wilayah Catalunya sedang tinggi, dan kedua tim menolak bertukar jadwal, operator kompetisi Liga Spanyol lalu memutuskan menggeser jadwal laga ini ke bulan Desember.

Menariknya, faktor inilah yang justru banyak mewarnai, dan menjadi sorotan di El Clasico kali ini. Sebelum, selama, dan sesudah pertandingan, ada aksi demonstrasi massa pro-kemerdekaan Catalunya, yang berujung rusuh.

Jika melihat sejarahnya, El Clasico kadang memang menjadi "panggung politik dadakan", khususnya bagi para pendukung kemerdekaan Catalunya. Inilah contoh politisasi sepak bola paling terang-terangan di era kiwari.

Secara umum, hasil imbang tanpa gol di El Clasico menunjukkan satu hal mencolok dari kedua tim, yakni keduanya sama-sama belum berada di level performa setinggi tahun-tahun sebelumnya. Biasanya, mereka sudah tancap gas sejak awal musim. Kompetisi dan pacuan gelar juaraLa Liga seolah hanya milik berdua.

Terbukti, baik El Real maupun El Barca sama-sama gagal meraih poin penuh di beberapa laga yang seharusnya bisa dimenangkan. Beruntung, tim-tim kuda hitam macam Sevilla dan Atletico Madrid tak mengambil kesempatan, seiring performa inkonsisten mereka.

Jika situasi ini terus berlanjut, tentunya kita akan melihat sebuah dekadensi kualitas dari kompetisi La Liga, dengan laju dua kuda pacu utama yang agak loyo, tanpa ada gangguan berarti dari tim lainnya. Kalaupun ada, gangguan itu hanya ada di pekan-pekan awal, antara lain lewat Real Sociedad dan Osasuna. Setelahnya, nihil.

Praktis, cara terbaik untuk membantah anggapan dekadensi kualitas ini adalah kembali berprestasi di tingkat Eropa, seperti yang pernah ditorehkan wakil-wakil Negeri Matador beberapa tahun terakhir. Cara ini menjadi salah satu bantahan paling sahih, atas cap "Liga dua tim" atas kompetisi La Liga.

Alternatif lain, para kuda pacu La Liga kompak meningkatkan level konsistensi performa setelah jeda musim dingin. Salah satu caranya antara lain dengan aktif berbelanja pemain di bursa transfer musim dingin.

Untuk saat ini, La Liga memang terlihat agak lesu, tapi berhubung musim ini masih belum separuh jalan, masih ada sedikit waktu lagi, untuk setidaknya memperbaiki keadaan. Selebihnya, mari kita lihat bersama, apakah La Liga musim ini berakhir dengan wajah muram atau tidak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun