Hanya dalam waktu dua hari, sebuah paket kejutan terjadi di Liga Inggris musim ini. Dimulai dari pemecatan Mauricio Pochettino sebagai pelatih Tottenham Hotspur pada Selasa (19/11), dan ditutup dengan penunjukan Jose Mourinho sebagai penggantinya, Rabu (20/11). Di Spurs, Mou diikat kontrak sampai tahun 2023.
Jika melihat komparasi antara performa Spurs musim lalu dan musim ini, pencopotan Pochettino terlihat masuk akal. Musim lalu, Spurs finis di posisi empat besar klasemen liga, dan mencapai final Liga Champions, sedangkan musim ini mereka terdampar di posisi 14 klasemen sementara Liga Inggris, plus dihajar Bayern Munich dengan skor telak 3-7 di ajang Liga Champions.
Jelas, ada penurunan drastis yang sulit diperbaiki Pochettino. Situasi ini lalu ditindaklanjuti manajemen Spurs dengan menunjuk Mou. Jika melihat CV mentereng dan pengalamannya di liga Inggris, Mou dan Spurs memang cocok, khususnya untuk situasi kedua belah pihak saat ini.
Dari sisi Spurs, Mou adalah "solusi instan" ideal buat mereka. Dengan pengalaman dan kemampuan teknisnya, ia bisa membuat tim kembali ke jalur seharusnya, atau minimal membuat performa tim lebih baik.
Selain itu, kepiawaian Mou dalam hal komunikasi (baik secara internal maupun eksternal) bisa menjadi nilai plus. Secara internal, ia bisa membuat suasana ruang ganti tim kembali kondusif. Secara eksternal, kemampuannya dalam melempar "mind games" dan berkomunikasi secara verbal kepada media, bisa membantu Harry Kane dkk fokus pada performa di lapangan.
Jadi, Mou bisa menjadi solusi ideal buat Spurs, untuk memperbaiki situasi. Dengan catatan, ia diberi kebebasan penuh dalam hal teknis, tanpa ada yang menggangu.
Bagi Mou sendiri, kedatangannya ke Spurs menjadi kesempatan baginya, untuk memperbaiki reputasinya yang sempat tercemar, saat kiprahnya di Manchester United musim lalu berakhir dengan pemecatan. Padahal, dengan situasi tim serba gonjang-ganjing, ia sukses meraih trofi Piala Liga dan Liga Europa. Ia bahkan juga sukses membawa Setan Merah tampil di Liga Champions.
Sebelumya, eks pelatih Real Madrid dan Inter Milan ini juga sempat mencatat dua periode sukses di Chelsea, dengan meraih sejumlah trofi, meski keduanya sama-sama berakhir dengan pemecatan di musim ketiga. Menariknya, Chelsea kini diasuh Frank Lampard, eks pemain kunci Mou di Chelsea.
Boleh dibilang, Mou masih punya satu "urusan yang belum selesai" dengan liga Inggris. Jadi, pekerjaan barunya di Spurs adalah satu kesempatan membereskan urusan tersebut.
Tentunya, benang merah antara kebutuhan Spurs dan Mou bisa menjadi satu kombinasi ampuh. Dengan catatan, Spurs mampu memastikan Mou tak "kebablasan", dan membuat catatan negatif di musim ketiga. Jika mampu, kita akan segera melihat Spurs yang tangguh, tapi jika tidak, kita akan melihat Spurs yang jadi bahan tertawaan.
Akankah "kesaktian" Mou bertuah di Spurs?