Judul di atas adalah satu-satunya saran buat Timnas Indonesia, menyusul kekalahan 0-3 dari Thailand di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Selasa, (10/9).Â
Kekalahan ini membuat Evan Dimas dkk mencatat dua kekalahan dari dua pertandingan Kualifikasi Piala Dunia Qatar 2022, dengan selalu kebobolan tiga gol. Sebelumnya, Tim Garuda takluk 2-3 atas Malaysia, Kamis, (5/9), juga di Stadion Utama Gelora Bung Karno.
Jika melihat jalannya pertandingan, Indonesia sebetulnya memulai laga dengan baik. Dengan memasang Irfan Bachdim sebagai starter di lini depan, dan bermain rapat di belakang, permainan Timnas tampak lebih seimbang; rapat saat bertahan, tapi mampu mengancam lewat serangan balik.
Performa bagus itu berlanjut di awal babak kedua. Meski dukungan suporter tak semeriah saat melawan Malaysia, Andik Vermansah cs tetap fight, sialnya, semangat itu belum berbanding lurus dengan kualitas penyelesaian akhir.
Tapi, ada sedikit keyakinan Timnas akan meraih minimal satu poin di laga ini. Maklum, permainan mereka kali ini lebih terorganisir.
Sayangnya, sebuah gol tendangan terukur Supachok Sarachat di menit ke 55 membuat performa bagus itu hilang seketika. Setelahnya, tak ada lagi keseimbangan, yang ada hanya kepanikan mengejar gol penyeimbang, dan pertahanan yang longgar.Â
Alhasil, Thailand mampu mencetak dua gol lagi, masing-masing lewat eksekusi penalti Theerathon Bunmathan dan gol kedua Supachok Sarachat.
Derita para pemain Timnas makin terasa, karena di sisa pertandingan suporter menyoraki mereka. Salah satu pemain yang dikambinghitamkan adalah Andritany Ardhiyasa.Â
Maklum, dalam laga melawan Thailand, kiper Persija ini melakukan pelanggaran yang berbuah gol penalti Thailand. Pemandangan getir ini seolah menjadi titik puncak kekesalan suporter, karena sebelumnya PSSI juga sempat dikritik akibat mematok harga tiket pertandingan cukup mahal.
Dengan kekalahan ini, praktis Timnas Indonesia harus melupakan mimpi lolos ke Qatar. Bukan bermaksud pesimis, tapi Timnas (dan PSSI) harus lebih realistis, seperti apa yang sudah dilakukan suporter Timnas di menit-menit akhir babak kedua melawan Thailand.
Karena, dalam dua laga kandang saja, Timnas Indonesia selalu kalah dan selalu kebobolan tiga gol. Apa jadinya jika mereka nanti bermain tandang?
Memang, kekalahan melawan Thailand merupakan hasil efek lanjutan dari kekalahan atas Malaysia. Mental para pemain belum sepenuhnya pulih, karena pertandingan itu cukup menguras tenaga dan mental, dengan insiden aksi anarkis oknum suporter Timnas sebagai pelengkap bencana.
Boleh dibilang, Timnas Indonesia menjamu Thailand dengan modal seadanya. Padahal, Thailand datang dengan kekuatan penuh, dan ditangani Akira Nishino, pelatih berpengalaman asal Jepang. Prestasi Nishino sendiri tak sembarangan; ia sukses mengantarkan Timnas Jepang ke babak perdelapan final Piala Dunia 2018.
Jadi, kita harus mengakui, Timnas kali ini kalah kelas dengan Thailand. Dari sini saja, kita bisa melihat bersama, melawan Malaysia dan Thailand saja kita sudah kewalahan. Apa jadinya kalau nanti menghadapi tim kelas Asia apalagi dunia? Padahal kita semua tahu, tim-tim langganan peserta Piala Dunia dari Asia kerap jadi bulan-bulanan tim kelas dunia.
Jelas, tak ada yang pantas dijadikan "terdakwa tunggal" atas kekalahan Timnas Indonesia kali ini. Karena, ini adalah buah dari tata kelola sepak bola nasional yang secara keseluruhan (masih saja) amburadul. Selama masih begini terus, hasil negatif adalah hal rutin.
Jadi, selama situasi belum membaik, kita hanya perlu menikmati aksi Timnas Indonesia di lapangan hijau tanpa terlalu banyak berharap, karena dengan kualitas aktual sepak bola nasional saat ini, momen paling membanggakan hanyalah saat lagu kebangsaan "Indonesia Raya" berkumandang jelang kick off.
Selebihnya, kalaupun Tim Garuda bisa lolos ke putaran final turnamen mayor (misal Piala Asia), kita tak layak  memasang target muluk. Maklum, bisa lolos kualifikasi saja sudah luar biasa.
Meski kurang mengenakkan, kita harus mengakui, kualitas aktual persepakbolaan nasional sudah mulai tertinggal, bahkan di level Asia Tenggara. Ini menjadi "PR" PSSI dan semua pihak terkait, untuk segera mulai berbenah. Jika tidak, Timnas Indonesia akan makin tertinggal. Memang akan sulit di awal, tapi jika tak ada yang memulai, tak akan ada hasil yang didapat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H