Pada situasi ini, penampilan Alisson seolah menjadi pembuktian, kalau kiper utama timnas Brasil ini adalah jawaban buat permasalahan Liverpool di bawah mistar.
Usaha keras Spurs justru menjadi bumerang, karena di menit ke 87, mereka justru kebobolan lagi lewat aksi Divock Origi memanfaatkan bola liar hasil sepak pojok, yang juga diawali dari skema serangan balik cepat.Â
Tertinggal 2-0, Spurs berusaha keras menyerang, tapi semua sudah terlambat. Liverpool akhirnya meraih trofi juara Liga Champions keenam kalinya di Estadio Wanda Metropolitano (Madrid). Sebuah akhir indah dari sebuah tim yang nyaris gugur di fase grup.
Terlepas dari betapa historisnya capaian ini, perjalanan Liverpool menuju trofi juara Liga Champions keenam seolah menjadi pembuktian bahwa Liverpool sudah makin kuat secara tim dan matang secara mental. Inilah yang membuat Liverpool mampu tampil luar biasa dan sukses membungkam semua peragu, lewat raihan trofi "Si Kuping Besar" musim ini.
Dengan mentalitas setangguh ini, kita bisa melihat Liverpool bukan lagi bahan tertawaan. Jika mampu menemukan rasa "lapar gelar juara" berkat kemenangan ini, trofi Liga Champions hanya awal dari gelar-gelar lainnya di masa depan.Â
Pastinya, ini akan menjadi tantangan tersendiri. Tapi, untuk saat ini, Liverpool dan Kopites layak bergembira sejenak, sebelum kembali berjuang musim depan. Bagaimanapun, gelar juara Liga Champions terlalu prestisius untuk dilupakan begitu saja.
Selamat Reds, maju terus!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H